
Luhut Ungkap Bisnis Baru Ini Bisa Jadi Sumber Duit RI di Masa Depan

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengungkap potensi bisnis baru yang bisa dikembangkan Indonesia, sehingga bisa menjadi sumber penerimaan negara di masa depan.
Luhut menyebut, bisnis baru yang bisa dikembangkan RI ini yaitu bisnis penangkapan dan penyimpanan karbon atau Carbon Capture and Storage (CCS). Dia mengatakan, Indonesia memiliki potensi 450-700 Giga Ton penangakapan dan penyimpanan emisi karbon.
"Kita miliki CCS yang bisa sampai 450-700 Giga Ton, angka sangat besar, kita akan sangat kuat karena tidak akan zero emission tanpa CCS ini, karena harus inject ke perut bumi dan itu kita punya dan bisnis besar," tuturnya saat Rapat Kerja dengan Badan Anggaran DPR RI, Rabu (05/06/2024).
Adapun potensi bisnis CCS ini menurutnya bisa berdampak pada masuknya investasi sektor petrokimia ke Tanah Air. Pasalnya, bisnis petrokimia akan membutuhkan tempat penyimpanan karbon.
"Dan saya pikir petrochemical dunia akan minta inject dan kita sudah minta sekarang dan kita tawarkan kenapa gak bangun petrochemical di Indonesia, seperti di Kaltim, di situ banyak depleted reservoir atau saline acquivier itu mereka akan kita tarik pipa dari North Kalimantaun untuk tadi diinject ke perut bumi," jelasnya.
"Ini juga stok revenue negara ke depan yang buat Indonesia tambah baik," ucapnya.
Sebelumnya, Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kemenko Marves, Jodi Mahardi menegaskan, bahwa banyak peluang baru yang akan diciptakan perihal bisnis CCS itu. Sebab, banyak negara lain membutuhkan CCS untuk membuang CO2nya.
"Kita melihat CCS ini sebagai peluang besar, value chain ini kan banyak. Banyak peluang baru yang bisa diciptakan, masih kita diskusikan bagaimana pemerintah bisa mendapatkan revenue dari CCS ini," ungkap Jodi dalam Green Economic Forum 2024 CNBC Indonesia, di Hotel Kempinski, Rabu (29/5/2024).
Untuk mendukung pengembangan CCS di Indonesia, Jodi bilang, penyimpanan karbon akan dialokasikan 70% wajib untuk dalam negeri dan 30% untuk cross border atau lintas negara.
"Kita dorong untuk voluntary, salah satunya itu cross border dalam Perpres. Yang dialokasi 70% wajib untuk domestik dan 30% untuk cross border," ungkap Jodi dalam Green Economic Forum 2024 CNBC Indonesia, Rabu (29/5/2024).
Selain itu, pihaknya juga sedang mendorong CCS Hub. Di antaranya kolaborasi antara PT Pertamina (Persero) dengan ExxonMobil.
"Salah satu 3 poin yang saya highlight dari Perpres adalah kemungkinan cross border, memungkinkan emiters.. CCS, dan mendorong license to investment. Jadi kita harap dengan adanya cross border biayanya bisa kita press dan kita mungkin perlu memberikan beberapa insentif agar industri terdorong melakukan CCS," ungkap Jodi.
Begitu juga untuk sektor ketenagalistrikan, pihaknya sudah berbicara dengan PT PLN (Persero) untuk melakukan studi di mana pengembangan CCS bisa digunakan untuk PLTU batu bara yang beroperasi.
"PLN sudah melakukan studi dan possible untuk dilakukan secara bertahap," tegas Jodi.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perkuat Komitmen NZE, PHE Kerja Sama Carbon Capture dengan ExxonMobil
