Ternyata Ini 2 Alasan Sebenarnya Buruh Keras Tolak Tapera

Martyasari Rizky, CNBC Indonesia
31 May 2024 16:15
Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban. (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)
Foto: Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban. (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)

Jakarta, CNBC Indonesia - Buruh/pekerja seluruh Indonesia menolak keras adanya kewajiban membayar iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) melalui pemotongan gaji setiap bulan. Ini tak terlepas karena kenaikan upah dinilai tak sebanding dengan biaya iuran tersebut.

Ada 2 alasan utama pekerja menolak Tapera yang ditetapkan dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) No 21/2024 tentang perubahan atas PP No 25/2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) pada 20 Mei 2024. Pertama, menyangkut iuran menggerus upah. Kedua, ancaman PHK jika perusahaan kesulitan karena harus tanggung beban Tapera.

Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban mengatakan, meski upah buruh/pekerja mengalami kenaikan setiap tahunnya, kenaikan tersebut dinilai masih belum bisa mencukupi kebutuhan para pekerja, apalagi jika ditambah adanya iuran Tapera.

"Itu akan menjadi ancaman bagi mereka yang kenaikan upahnya rata-rata hanya 3%. Artinya, kalau gaji di Jawa misalnya Rp2 juta, maka kenaikan 3% itu hanya nambah Rp60.000. Terus mereka harus mengiur (bayar iuran) Tapera lagi sekitar 2,5%," kata Elly dalam konferensi pers terkait Tapera di kantor pusat Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jakarta, Jumat (31/5/2024).

Menurutnya, pembayaran iuran Tapera yang diwajibkan ini akan berdampak kepada daya beli masyarakat, khususnya para pekerja. Sebab, iuran wajib Tapera itu akan memotong biaya kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan keluarganya.

Belum lagi, lanjutnya, mungkin ada perusahaan yang justru mengambil ancang-ancang menutup pabriknya dengan alasan tidak sanggup membayarkan beban iuran, maka pemutusan hubungan kerja (PHK) pun menjadi tidak terelakkan lagi.

"Saya khawatir, dari pihak pengusaha sudah ada ancang-ancang mana dulu ini pabrik yang ditutup karena tidak sanggup. Sementara pekerja, mereka memikirkan bagaimana membayar anak sekolah, untuk kontrakan. Boro-boro bisa bantu mencicil rumah untuk mereka yang miskin, sedangkan kami sebenarnya juga miskin. Jadi ini adalah ancaman," tukasnya.

Seharusnya, tukas Elly, pemerintah lebih memikirkan dampak yang bisa timbul akibat adanya aturan ini.

"Jangan hanya dipikirkan kira bisa mudah ambil dari upah bulanan, dan itu wajib. Mungkin bagi pemerintah sangat sederhana, tapi bagi buruh yang mayoritas bekerja di industri padat karya, ini sangat mengganggu sekali," pungkasnya.


(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ujug-Ujug Mahfud MD Komentari Tapera: Apakah ada Jaminan Dapat Rumah?

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular