
Bukan Cuma AS, Genderang Perang Dagang China Kini Bergema di Eropa

Jakarta, CNBC Indonesia - Hubungan antara Uni Eropa (UE) dan China terus diwarnai dinamika persaingan. Terbaru, Benua Biru dan Negeri Tirai Bambu harus bersitegang terkait perdagangan.
Brussels saat ini sedang menyelidiki impor barang dari China untuk mengetahui apakah barang-barang tersebut dijual di bawah harga murah atau disubsidi secara tidak adil oleh Beijing. Ini dilakukan setelah UE mengalami defisit perdagangan bilateral barang sebesar hampir 300 miliar euro (Rp 5.252 triliun) dengan China.
Di sisi lain, China mencurigai Eropa membuang cognac premium ke pasarnya. Beijing juga memberikan isyarat kuat bahwa mobil mewah dan daging babi asal UE akan segera menghadapi pembatasan.
Komoditas yang Memicu 'Perang'
Salah satu hal yang disoroti UE adalah industri mobil listrik China. Impor kendaraan listrik China ke Eropa telah melonjak dalam beberapa tahun terakhir, meningkat lebih dari dua kali lipat antara tahun 2021 dan 2023 menjadi lebih dari 430.000 kendaraan per tahun.
Hal ini membuat Brussels khawatir pasar UE akan kebanjiran produk mobil listrik China, yang dijual dengan harga yang lebih murah dibandingkan buatan Eropa sendiri. Para pejabat UE pun saat ini menyelidiki apakah China memberikan subsidi yang tidak adil kepada industri kendaraan listriknya.
Eropa berpendapat bahwa miliaran dolar yang dikucurkan oleh kepemimpinan China telah menyebabkan kelebihan kapasitas industri. Brussels, mengutip ekonom internasional, menekankan bahwa Beijing sebaiknya meningkatkan permintaan konsumen di dalam negeri, daripada membuang kelebihan produksi di pasar global.
Pengamat yang juga penulis di kanal Politico, Jürgen Klöckner, menilai bahwa Brussel pasti akan menemukan bukti adanya bantuan negara yang tidak adil. Namun belum ada kepastian berapa tingkat bea masuk yang akan dikenakan pada kendaraan listrik buatan China yang dibuat oleh perusahaan seperti BYD.
Selain itu, Klöckner juga meragukan terkait potensi keuntungan apa yang bisa didapatkan Eropa dalam menerapkan bea masuk ini. Pasalnya, sebagian produk mobil listrik China dikembangkan juga bersama perusahaan UE, dan Beijing merupakan pasar terbesar bagi beberapa raksasa otomotif Eropa.
"Dengan penyelidikan subsidi untuk pembuatan baterai, desain mobil, atau pasokan baja, UE berupaya mengejar sektor di mana produsen mobil China mendapatkan momentumnya, namun seringkali sektor itu diwarnai teknologi dari usaha patungan dengan rekan-rekan mereka di UE," ujarnya, dikutip Rabu (29/5/2024).
"Mercedes, Volkswagen, dan BMW dari Jerman semuanya memiliki pabrik di China dan bergantung pada pasar mobil terbesar di dunia untuk sebagian besar pendapatan mereka."
Selain otomotif, UE telah meluncurkan penyelidikan demi penyelidikan pada tahun ini kepada barang buatan China. Dengan penyelidikan terbaru mencakup pipa baja, bahan tambahan makanan lisin, dan komponen perasa vanili, jumlahnya mencapai tidak kurang dari 13 kasus.
Serangan Balik China?
Penyelidikan dan rencana penetapan bea masuk oleh Eropa membuat sebagian pihak di wilayah itu khawatir dengan potensi pembalasan China. Ini dikarenakan sebelumnya, dengan Amerika Serikat (AS), China telah mengambil langkah balasan setelah Negeri Paman Sam itu menjatuhkan tarif untuk produknya.
Di bulan ini, Presiden China Xi Jinping telah mengunjungi Eropa dan bertemu dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron. Macron mengatakan bahwa pemimpin China tersebut tidak ingin menerapkan tarif pre-emptive kepada cognac buatan Prancis.
Namun para pembuat cognac tidak mempercayainya. Mereka dengan tegas mengatakan bahwa mereka ditakdirkan untuk menjadi "kerusakan tambahan" dalam perebutan kendaraan listrik.
Di bidang kendaraan listrik, seorang penasihat otomotif terkemuka China, Liu Bin, merekomendasikan kenaikan tarif sementara pada kendaraan bermesin besar yang diimpor dari Eropa menjadi 25%. Langkah ini akan merugikan produsen mobil sport dan SUV UE seperti Porsche.
Walau begitu, analis otomotif Eropa, Matthias Schmidt, menyebut bahwa hal ini tidak akan terlalu berdampak pada produk otomotif buatan UE yang diekspor ke China. Pasalnya, kendaraan mesin besar rata-rata dibeli oleh orang-orang dengan daya beli yang tinggi.
"Model-model yang terkena dampak adalah model-model premium kelas atas yang dapat menikmati harga yang lebih tinggi atau margin yang lebih rendah namun tetap menguntungkan," katanya.
Apakah Perang Dagang Benar-Benar Sudah Terjadi?
Untuk sementara waktu, UE telah menemukan kata-kata baru untuk menggambarkan pengurangan ketergantungannya pada satu negara, yakni dengan kata 'pengurangan resiko'.
Baik para birokrat UE dan Beijing menekankan bahwa mereka melakukan segala sesuatu sesuai dengan pedoman Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), sehingga sebisa mungkin menghindari 'perang dagang'. Keduanya mengaku hanya menjunjung tinggi sistem perdagangan yang berdasarkan aturan dan bukti.
"Tanggapan Beijing juga bergantung pada waktu geopolitik. Dengan Donald Trump sebagai pesaing serius untuk merebut kembali Gedung Putih pada bulan November, dan dengan demikian kemungkinan besar akan mengganggu aliansi transatlantik, Beijing dapat memiliki insentif untuk menghindari perang dagang habis-habisan dengan Eropa pada saat ini," ujar seorang diplomat senior Eropa.
"China memainkan permainan panjang di sini. Jika negara-negara Eropa menunggu cukup lama hingga Trump kembali, pemerintah Eropa akan mendapat banyak tekanan dari kalangan bisnis untuk kembali berteman dengan Beijing."
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perang Dagang AS Vs China: G7 Dukung Biden
