
RI Butuh Rp323 Triliun Bangun 'Jaringan Pintar' Listrik

Jakarta, CNBC Indonesia - Manajemen PT PLN (Persero) menegaskan bahwa Indonesia membutuhkan setidaknya Rp 323 triliun atau US$ 20 miliar untuk mengembangkan tiga jaringan transmisi pintar yakni smart grid, smart plan dan Smart Control Centre untuk mengalirkan listrik dari Energi Baru dan Terbarukan (EBT) di Indonesia.
Direktur Manajemen Risiko PT PLN (Persero), Suroso Isnandar menyampaikan bahwa, pihaknya menyiapkan solusi untuk mematchingkan penyaluran energi terbarukan di Indonesia. Di mana, saat ini PLN sedang merencanakan pembangunan smart grid.
"Dalam rencana kita, smart grid, smart plan, smart control centre. Ada solusi teknologi ini," ungkap Suroso dalam Green Economic Forum 2024 CNBC Indonesia, di Hotel Kempinski, Jakarta, Rabu (29/5/2024).
Dalam pengembangan 'jaringan pintar' itu, secara investasi, kata Suroso memang kurang menarik. Maka dari itu, pihaknya akan meminta bantuan kepada pemerintah untuk membangun transmisi pintar dari Aceh sampai Bali tersebut.
"Tranmisi lebih dari US$ 20 Bilion, untuk ketiganya. Sudah kompetitif? kita ingin lebih cepat, dan banyaknya pendanaan, tren makin menarik, untuk thermal makin menipis, dengan (EBT) makin banyak yang masuk akan lebih murah lagi," terang Suroso.
Sebagaimana diketahui, PLN sedang merancang greenest RUPTL 2024-2033, yang merupakan produk Kementerian ESDM dan PLN yang lebih hijau.
Pihaknya mengusulkan, pada 2030 nanti akan tambah 21 GW, 51,6% EBT. "Apakah ini cukup? belum kami ganti 800 MW batu bara jadi gas, kami belum puas," kata dia dalam acara Green Economic Forum 2024, Rabu (29/5/2024).
Suroso menjelaskan di dalam RUPTL sebelumnya, PLN sendiri telah berhasil menghapus pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara berkapasitas 13 ribu MW. Selain itu, perusahaan juga berhasil mengganti PLTU berkapasitas 1,8 GW dengan menggunakan pembangkit listrik EBT.
"Itu yang sedang kami lakukan, pendataan holistik, sistematis, tekan emisi di batu bara,," kata dia.
Selain itu, PLN juga telah menerapkan penggunaan biomassa melalui teknologi co-firing untuk menekan emisi dari PLTU batu bara. Setidaknya kebutuhan biomassa untuk tahun ini yakni mencapai 2,2 juta ton dan pada tahun depan sebesar 10 juta ton.
"Pada intinya kami membangun suatu ekosistem yang menuju ramah lingkungan, agresif ini kami punya landasan yang jelas," kata dia.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Emisi Karbon RI Bisa Tembus 1 Miliar Ton, Ini Langkah PLN
