Tak Semua Salah Gen Z, Ini Akar Masalah Banyak yang Nganggur!
Jakarta, CNBC Indonesia - Banyaknya data jumlah masyarakat usia muda dengan kisaran umur 15-24 tahun kini tengah menjadi sorotan, di tengah polemik mahalnya biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) di perguruan tinggi atau universitas.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada 2023 sebanyak 9,9 juta orang dengan rincian 5,73 juta orang merupakan perempuan muda sedangkan 4,17 juta orang tergolong laki-laki muda masuk ke dalam kategori tidak sedang belajar, bekerja, dan dalam pelatihan atau not in education, employment, and training (NEET).
Jumlah masyarakat muda berstatus NEET tersebut setara dengan 22,25% dari total penduduk usia 15-24 tahun secara nasional pada Agustus 2023 sebanyak 44,47 juta.
Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional PPN/Bappenas Maliki mengatakan ada sejumlah faktor yang membuat banyak anak muda alias Gen Z menganggur. Salah satu faktornya adalah salah memilih sekolah dan jurusan.
Menurut Maliki rata-rata waktu yang dibutuhkan seseorang yang baru lulus untuk mencari kerja umumnya adalah 6 bulan. Namun, ketika seseorang salah memilih jurusan, maka masa tunggu hingga mendapatkan pekerjaan ia anggap akan semakin lama hingga 1 tahun.
"Kalau dia memang mempunyai latar belakang yang cukup unik atau tidak cocok, bisa sampai 1 atau 2 tahun, NEET terjadi karena masalah ini," kata Maliki kepada CNBC Indonesia, dikutip Senin, (27/5/2024).
Salah jurusan ini ia jelaskan adalah mata pelajaran kuliah yang dipilih masyarakat muda itu tidak banyak dibutuhkan di dunia pekerjaan. Maka, ketika ada mismatch menyebabkan mereka tak masuk kriteria kebutuhan industri untuk mempekerjakan mereka.
"Ada ketidakcocokan antara apa yang dipelajari di sekolah atau pelatihan dengan permintaan dunia kerja, mismatch ini yang memberikan waktu tunggu cukup panjang," kata dia.
Maliki juga mengakui biaya pendidikan menjadi salah satu tantangan yang harus dibenahi untuk mengatasi persoalan NEET. Dia mengatakan faktor biaya bisa menjadi salah satu pertimbangan lulusan SMA tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang kuliah.
"Saya kira memang ini menjadi salah satu tantangan, kalau biaya kuliah tinggi tentunya mereka yang dari SMA itu banyak juga yang akhirnya tidak punya kesempatan untuk kuliah," kata Maliki
Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari juga mengatakan hal serupa. Ia menganggap dari ketenagakerjaan salah satu penyebabnya banyaknya Gen Z yang menganggur itu ialah tak nyambungnya antara skill yang mereka miliki dengan skill kebutuhan industri atau perusahaan.
"Bisa saja skill mismatch, skill yang mereka miliki beda dengan yang dituntut perusahaan," tegasnya.
Sementara itu, bila terkait dengan tak terserapnya Gen Z di dunia pendidikan dan dunia pelatihan, menurutnya dipicu oleh tidak adanya biaya atau modal untuk masuk ke sana. Menyebabkan mereka tidak mampu masuk ke dunia pendidikan dengan jenjang lebih tinggi, termasuk dunia pelatihan.
"Yang kedua itu adalah mereka tidak punya uang untuk berlatih, ini yang terkait dengan not in training, dan yang ketiga atau yang satu lagi tidak sedang kuliah juga bisa karena alasannya tidak punya uang," ujar Denni.
"Tapi on top dari itu bisa saja loker (lowongan kerja) yang ada juga tidak terlalu banyak atau tidak diketahui oleh anak-anak muda kita," ungkapnya.
Denni mengatakan, yang menjadi persoalan saat ini memang adalah anak muda yang tak terserap di dunia kerja, meski sudah memiliki gelar sarjana atau telah menyelesaikan kuliah. Penyebabnya ialah jurusan perkuliahan yang mereka ikuti tak ada kaitannya dengan kebutuhan perusahaan di Indonesia.
"Satu hal adalah kita tahu fenomena over education under skill, S1 tapi skill nya tidak terlalu mumpuni, nah di sini kemudian kalau kita sudah keluar uang, orang tua keluar uang untuk kuliah, pasti kita punya persepsi upah yang saya terima harusnya segini, tapi unfortunately mungkin upah yang ditawarkan perusahaan nilainya lebih rendah, sehingga mereka tidak mau menerima pekerjaan yang available," kata Denni.
Apabila ingin mencari pekerjaan yang bisa menghasilkan upah atau gaji paling tinggi di Indonesia Gen Z sebetulnya dari sekarang bisa mencocokan jurusan studinya dengan beberapa sektor pekerjaan. Data gaji pekerjaan tertinggi itu didapatkan dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) untuk periode Februari 2024.
Rata-rata gaji buruh Indonesia per Februari 2024 adalah sebesar Rp3,04 juta. Berdasarkan profesinya maka yang bekerja di sektor keuangan dan asuransi mendapatkan gaji lebih besar.
Buruh pada kategori Aktivitas Keuangan dan Asuransi menerima gaji tertinggi sebesar Rp 5,15 juta rupiah, sedangkan buruh pada kategori pertambangan di urutan kedua sebesar Rp 4,94 juta. Adapula sektor pengadaan listrik dan gas sebesar Rp 4,85 juta, dan informasi serta komunikasi Rp 4,74 juta.
Untuk sektor real estat juga bisa menjadi pilihan dengan rentang gaji rata-rata Rp 4,31 juta. Aktivitas profesional dan perusahaan Rp 3,73 juta, administrasi pemerintahan Rp 3,67 juta, pengangkutan Rp 3,63 juta, aktivitas kesehatan Rp 3,35 juta, dan industri pengolahan Rp 3,03 juta.
Sementara itu, di sektor konstruksi rata0rata Rp 2,95 juta, pendidikan Rp 2,84 juta, treatment air, sampah, dan daur ulang Rp 2,69 juta, perdagangan Rp 2,54 juta, akomodasi dan makanan-minuman Rp 2,24 juta, pertanian Rp 2,24 juta, dan jasa lainnya menerima upah terendah sebesar Rp1,74 juta.
(arm/mij)