Ada Ancaman Mengintai, BMKG Beri Peringatan Ini kepada Petani RI
Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah berulang kali memperingatkan dampak perubahan iklim yang dapat membahayakan bumi, termasuk Indonesia. Salah satunya, ancamannya dapat memicu krisis pangan.
Deputi Bidang Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan mengutip laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) 2021 yang menyebutkan, perubahan iklim berpotensi menyebabkan peningkatan intensitas dan frekuensi curah hujan ekstrem yang selanjutnya dapat meningkatkan risiko bencana banjir, termasuk banjir di area pertanian.
"Perubahan iklim memengaruhi siklus hidrologi dan meningkatkan frekuensi dan intensitas curah hujan. Lebih dari 98% bencana alam berkaitan dengan cuaca dan air atau parameter terkait iklim dan cuaca yang disebut dengan bencana hidrometeorologi," katanya kepada CNBC Indonesia, dikutip Rabu (22/5/2024).
Dia menjelaskan, bencana hidrometeorologi adalah suatu fenomena bencana alam atau proses merusak yang terjadi atmosfer (meteorologi), air (hidrologi), atau lautan (oseanografi) yang dipicu oleh kondisi cuaca dan iklim dengan berbagai parameternya.
Dampak perubahan iklim, sebutnya, dapat berupa kejadian slow onset dan cuaca ekstrem, yang belum dan tidak dapat dihindari.
Cuaca ekstrem misalnya, kekeringan, gelombang panas, gelombang badai, banjir, dan siklon tropis.
Sementara kejadian slow onset diantaranya berupa kenaikan suhu, kenaikan level permukaan laut, retret glasial akibat mencairnya es dan dampaknya, degradasi lahan dan hutan, serta salinisasi atau proses meningkatnya kadar garam mudah larut di dalam tanah sehingga terbentuk lahan salin yang dapat mengganggu produktivitas tanaman pertanian.
Karena itu, Ardhasena pun memberikan rekomendasi kepada petani dalam menghadapi ancaman dampak perubahan iklim:
• Penggunaan varietas tanaman yang tahan terhadap banjir atau kekeringan, untuk memastikan bahwa varitas yang ditanam tetap produktif meskipun terjadi anomali iklim
• Manajemen air yang efisien, untuk memastikan ketersediaan air bagi tanaman
• Adopsi praktik pertanian yang ramah lingkungan, untuk memastikan kesuburan tanah yang cukup untuk mendukung produktivitas tanaman
• Pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur untuk memastikan ketersediaan air , misalnya pembangunan embung, irigasi,bendungan dan saluran air pendukung pertanian.
Tak hanya itu.
Rencana pengaturan tata ruang juga harus memperhatikan upaya-upaya adaptasi dampak perubahan iklim.
Berikut rekomendasi penetapan tata ruang agar dapat berkontribusi dalam mengurangi dampak perubahan iklim menurut Ardhasena:
• Peningkatan ruang terbuka hijau, seperti taman kota, hutan kota, untuk menyerap karbon dioksida, mengurangi suhu udara, dan menyediakan ruang evakuasi saat bencana
• Pembangunan sistem drainase yang baik, untuk mengatasi masalah banjir, seperti pembuatan kolam retensi dan sistem drainase perkotaan yang mampu menampung air hujan.
(dce/dce)