Prabowo Punya Rencana Setop Impor Bensin, Waspadai Hal Ini

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
Rabu, 22/05/2024 16:00 WIB
Foto: Presiden Terpilih Republik Indonesia Prabowo Subianto menghadiri acara makan malam dengan CEO Tesla Inc. Elon Musk di sela-sela World Water Forum ke-10 di Bali, Minggu (19/5/2024). (Instagram @prabowo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden RI Terpilih periode 2024-2029 Prabowo Subianto sempat melontarkan kata, bahwa dikepemimpinannya Indonesia menargetkan bisa swasembada energi. Termasuk diantaranya untuk mengurangi impor Bahan Bakar Minyak (BBM).

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menyebutkan, intensi pemerintah untuk menyetop impor BBM merupakan rencana yang memungkinkan untuk dilakukan. Namun, dia menyebutkan setidaknya ada dua hal yang perlu diperhatikan sebelum hal itu dilakukan.

"Tapi kalau ditanya memungkinkan atau tidak, kalau segala upaya diupayakan ke arah sana ya bisa tercapai, tapi kan biayanya tinggi," ujar Komaidi kepada CNBC Indonesia, dikutip Rabu (22/5/2024).


Menurut Komaidi, menyetop impor BBM tentunya akan mengganti dengan sumber energi lain di dalam negeri. Di mana, ongkos substitusi impor ke energi baru itu akan menjadi lebih mahal.

Oleh karena itu, secara ekonomi, harga BBM di Indonesia kelak akan lebih mahal. Otomatis erat kaitannya dengan daya beli masyarakat. Dengan begitu, harus ada yang bisa menanggung beban kenaikan harga tersebut baik dari masyarakat sendiri atau ditopang oleh pemerintah.

Jika ditanggung oleh masyarakat, kata Komaidi, maka perlu diperhitungkan kesanggupan dari daya beli masyarakat atas kenaikan harga BBM. Namun, jika beban kenaikan harga BBM ditanggung oleh pemerintah maka subsidi yang harus digelontorkan melalui APBN akan sangat besar.

"Jadi beban konsumen berarti permasalahannya daya beli. Tapi kalau akan menjadi beban negara berarti subsdinya akan besar banget. Nah ini yang saya kira harus dikaji ulang kira-kira yang optimal ada di titik mana," imbuhnya.

Adapun selain aspek fiskal, pertimbangan jika BBM tidak lagi diimpor yakni kemampuan produksi BBM dalam negeri dan kapasitas infrastruktur seperti kilang minyak yang mumpuni untuk menanggung kebutuhan total BBM di Indonesia.

Sebab, mengacu data Komaidi, impor BBM di Indonesia setidaknya mencapai 50% dari total kebutuhan BBM dalam negeri.

"Kalau dari sisi kapasitas penggantinya misalnya volume impor kita kan cukup besar ya. Jadi kebutuhan kita kan 1,6 (juta barel per hari), sementara produksi dalam negeri mungkin kisaran, BBM kilang domestik kalau kita bicara BBM ya mungkin 700-800 (ribu barel per hari) jadi mungkin 50% impor melalui produk jadi kan kapasitas kilang kita kan 1,1 (juta barel per hari)," pungkas Komaidi.

Dengan begitu, dia mengatakan harus ad kilang yang bisa menampung dengan kapasitas kebutuhan BBM di Indonesia jika nantinya impor BBM dihentikan. "Yang pertama tentu kilangnya, kapasitas kilangnya siap atau tidak, begitu ya. Karena kan perlu adjustment juga untuk melakukan perubahan," tandasnya.

Sebelumnya, Prabowo buka-bukaan, bahwa Indonesia saat ini masih mengimpor BBM khususnya solar hingga senilai US$ 20 miliar setara Rp 318,8 triliun (asumsi kurs Rp 15.942 per US$) per tahunnya.

Dengan impor BBM jenis solar tersebut, ia berkomitmen ke depan Indonesia akan beralih dari penggunaan energi fosil ke sumber energi yang lebih 'bersih' seperti BBN.

"Kami ingin beralih ke bahan bakar ramah lingkungan secepatnya, kami ingin memproduksi solar dari minyak sawit dan ini akan menjadi pendorong pertumbuhan yang sangat kuat," ujarnya dalam Qatar Economic Forum, dikutip Rabu (22/5/2024).

Prabowo optimistis penggunaan bahan bakar nabati sebagai pengganti BBM akan menghemat anggaran negara. Terutama untuk solar yang anggarannya mencapai US$ 20 miliar per tahun. "Kami mengimpor bahan bakar diesel senilai US$ 20 miliar setiap tahun. Jadi bisa dibayangkan penghematan yang akan kita dapatkan ketika beralih ke biofuel," ungkapnya.


(pgr/pgr)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Hanif Faisol: Jabodetabek Harus Pakai BBM Standar Euro IV