Dompet Kelas Menengah 'Lesu', Jokowi Siapkan Insentif di 2025
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi, di masa akhir pemerintahannya, berencana memberikan insentif khusus untuk menjaga daya tahan ekonomi kelas menengah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) pada 2025. Rencana ini akan disiapkan oleh Kementerian Keuangan.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu mengungkapkan, ruang fiskal untuk memberikan insentif fiskal itu kini tengah disiapkan dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025 yang menjadi acuan postur RAPBN 2025.
"Tadi kita lihat di KEM-PPKF, kita mengusulkan untuk memang kuat melihat well being, kesejahteraan masyarakat. Artinya tidak hanya yang selama ini kita fokus, yaitu miskin dan rentan," kata Febrio saat ditemui di kawasan Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (20/5/2024).
"Nah saat ini kita melihat ruang untuk fiskal berperan untuk melihat kelas menengah," tegasnya.
Febrio enggan mengungkapkan insentif fiskal apa saja yang akan disiapkan untuk kalangan kelas menengah ke depan. Ia hanya menekankan bahwa konsepnya akan serupa dengan kebijakan pemberian insentif fiskal bagi kelas menengah yang selama ini diterapkan, yaitu insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah atau PPN DTP.
Insentif PPN DTP yang telah digelontorkan itu di antaranya untuk pembelian rumah sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 7 Tahun 2024 tentang PPN DTP Tahun 2024 atas penyerahan rumah tapak dan satuan rumah susun.
"Dan itu berhasil meningkatkan aktivitas untuk membangun rumah, membeli rumah baru, dan juga mendorong ekonominya, menciptakan lapangan kerja. Tahun ini kita lanjutkan, sehingga contoh-contoh seperti itu yang akan kita lihat, kita pertajam," ucap Febrio.
Sebagai informasi, perekonomian warga kelas menengah di Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Sebuah data menunjukkan kondisi ekonomi kelas menengah pada tahun 2024 semakin tertekan akibat inflasi harga pangan.
Kenaikan harga membuat penghasilan warga Indonesia habis hanya untuk makanan dan minuman, sementara sebagian dari mereka terpaksa menggunakan tabungannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan tekanan tersebut terlihat dari data Mandiri Spending Index (MSI). Dia mengatakan pengeluaran masyarakat saat ini lebih terarah pada kebutuhan yang terkait supermarket.
"Supermarket ini biasa kami gunakan sebagai proxy untuk belanja makan dan minuman," kata Andry dalam acara Asian Development Outlook 2024 Discussion di Perpustakaan Nasional, Jakarta pada Kamis (16/5/2024) lalu.
Andry mengatakan data MSI menunjukkan porsi pendapatan masyarakat yang digunakan untuk kebutuhan makan minum pada 2024 melonjak tinggi dibandingkan tahun 2023. Dia menyebut porsi penghasilan yang digunakan untuk membeli kebutuhan primer masih 13,9% pada Januari 2023.
Ketika konsumsi makanan melonjak pada bulan puasa dan Lebaran 2023, porsi penghasilan yang digunakan untuk makanan juga masih di angka 16,6%. Namun, pada Mei 2024 ini, porsi penghasilan masyarakat yang dipakai untuk kebutuhan makan dan minum naik hingga 26%.
"Jadi dua kali lipat," imbuhnya.
Andry mengatakan data ini menunjukkan masyarakat Indonesia semakin banyak mengalokasikan penghasilannya untuk kebutuhan sehari-hari. Hal itu bisa terjadi karena harga bahan pokok yang naik, sementara pendapatan masyarakat segitu-segitu saja.
"Sehingga kalau untuk belanja yang secondary relatif terbatas, ini yang akan berpengaruh pada kemampuan belanja barang non-primer," katanya.
Andry juga menyebut kelompok yang paling tertekan daya belinya adalah kelas menengah dan kelas bawah. Ia mengatakan data simpanan masyarakat di bank menunjukkan tabungan kelompok masyarakat terbawah sempat turun ketika harga makanan pokok naik. Namun, belakangan angka itu melandai seiring dengan pengucuran bantuan sosial dari pemerintah.
Sementara itu, untuk kelompok menengah-bawah, Andry mengatakan indeks belanja mereka stagnan. Artinya, mayoritas penghasilan kelompok ini masih tergerus oleh kenaikan harga bahan pangan. Di lain sisi, jumlah tabungan kelompok ini juga berkurang.
"Ini yang kita sebut makan tabungan, jadi kalau mau belanja keluarin dulu tabungannya," katanya.
(haa/haa)