Pabrik Bangkrut & PHK Di mana-mana, Ekonomi RI Beneran Aman?

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
15 May 2024 06:55
Sepatu Bata (Detikcom/Agung Pambudy)
Foto: Sepatu Bata (Detikcom/Agung Pambudy)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemutusan hubungan kerja (PHK) masih marak terjadi di Indonesia sejalan dengan banyaknya perusahaan yang gulung tikar

Hal ini memicu tanda tanya di tengah masyarakat mengenai ketahanan ekonomi Indonesia yang pada kuartal I-2024 masih tumbuh 5,11% secara tahunan.

Perusahaan yang bangkrut itu diantaranya PT Sepatu Bata Tbk (BATA) telah mengumumkan penutupan pabriknya yang berada di Purwakarta, Jawa Barat menyebabkan 233 karyawannya terkena PHK. Lalu, Sri Rejeki Isman atau Sritex yang juga kondisinya mulai karam. Utang menumpuk, perdagangan saham dihentikan, terancam delisting pula.

Kepala Departemen Riset Industri dan Regional Bank Mandiri Dendi Ramdani menjelaskan, gangguan terhadap sektor yang tercakup ke dalam tekstil dan produk dari tekstil itu bukan disebabkan aktivitas ekonomi domestik yang melambat, melainkan lebih disebabkan gangguan pelemahan permintaan ekspor global.

Ia mengatakan, ini tercermin dari kinerja nilai ekspor industri tekstil dan produk tekstil atau TPT yang telah terkontraksi 5% pada Maret 2024, bersamaan dengan turunnya industri furnitur yang terkontraksi sebesar 3%.

"Nah kontraksi di furnitur dan garmen ini jelas karena penurunan permintaan di negara maju atau negara tujuan ekspor," kata Deni saat konferensi pers secara daring, Selasa (14/5/2024).

Kondisi itu pun membuat pertumbuhan industri itu telah terkontraksi sepanjang 2023. Dendi mencatat, industri TPT telah minus 2,04% pertumbuhannya, meski pada kuartal I-2024 mengalami pertumbuhan postif 2,64%.

Lalu, untuk industri furnitur pada 2023 terkontraksi 0,03% dan pada 2024 membaik menjadi 1,66%. Sedangkan industri kayu tidak terkontraksi meski pertumbuhannya hanya 1,2% pada 2023 meski pada kuartal I-2024 membaik menjadi 3,97%.

"Kita tahu pelemahan ekonomi global sangat berpengaruh ke kinerja ekspor di sektor manufaktur ini, dan sektor ini adalah sektor-sektor yang labour intensive," ucap Dendi.

Sementara itu, dari sisi daya beli masyarakat untuk menyerap berbagai produksi industri itu masih cukup kuat. Tercermin dari data Mandiri Spending Index selama kuartal I-2024 yang meningkat ke level 206,7 atau lebih tinggi dari posisi kuartal IV-2023 sebesar 199,1.

Kepala Mandiri Institute Teguh Yudo Wicaksono mengatakan, belanja fashion pada kuartal I-2024 tinggi berdasarkan data Mandiri Spending Index untuk sektor itu di level 178,1. PAdahal pada kuartal I-2023 hanya 136,5 dan pada kuartal I-2022 hanya 106,3.

"Jadi bahwa belanja di kuartal I masih relatif solid dan ini ditunjukkan oleh data di pengeluaran konsumsi rumah tangga secara nasional dari GDP kita terakhir," ucap Yudo.

Namun, ia mengingatkan indeks belanja fashion memang tidak sekencang sektor lain seperti groceries atau bahan makanan yang tumbuh tinggi pada kuartal I-2024. Angka indeksnya mencapai 454,7 sedangkan pada kuartal I-2023 hanya 209,9 dan kuartal I 2022 hanya 127,2.

"Tetap memang fashion peningkatannya tidak sedrastis groceries maupun restoran. Ini mungkin juga yang dirasakan nanti oleh teman-teman yang bergerak di bidang departemen store ataupun fesyen yang dirasakan tidak sekencang tahun-tahun sebelumnya," ujarnya.

Bank Mandiri pun memperkirakan, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 masih mampu tumbuh di level atas 5%, yakni 5,06% lebih rendah dari proyeksi pemerintah di level 5,2%. Namun, sedikit lebih tinggi dari realisasi pertumbuhan 2023 sebesar 5,04%.

 


(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Bata Tutup Pabrik, Ada Apa?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular