Efek Pelemahan Ekonomi China 'Tampar' Perusahaan Eropa

Romys Binekasri, CNBC Indonesia
12 May 2024 09:15
Foto Kolase Bendera Eropa dan China. (Dok. AFP)
Foto: Foto Kolase Bendera Eropa dan China. (Dok. AFP)

Jakarta, CNBC Indonesia - Perusahaan-perusahaan Eropa di China berada di bawah tekanan akibat perlambatan pertumbuhan ekonomi dan masalah kelebihan kapasitas produksi. Alhasil, perusahaan Eropa di China mulai kesulitan dalam menghasilkan keuntungan.

Kamar Dagang Uni Eropa di China mengungkapkan, di kota metropolitan Shanghai, para anggota bisnis bahkan melaporkan penundaan pembayaran utang karena semakin sulitnya memenuhi janji dibandingkan tahun sebelumnya.

"Perusahaan-perusahaan milik negara, mereka menunda pembayaran dan mereka menggunakan hal ini untuk mendapatkan pinjaman defacto dari perusahaan-perusahaan, terutama dari perusahaan kecil dan menengah," kata kepala cabang Carlo D'Andrea, mengutip CNBC Internasional, Minggu (12/5).

Seperti diketahui, pertumbuhan China telah melambat dalam beberapa tahun terakhir di tengah-tengah ketegangan geopolitik. Kemerosotan di sektor real estat, yang memiliki hubungan erat dengan keuangan pemerintah daerah, juga telah memperparah perekonomian di negara tersebut.

Hanya 30% dari responden survei EU Chamber yang mengatakan bahwa margin keuntungan mereka lebih tinggi di China daripada rata-rata perusahaan mereka di seluruh dunia. Hal itu menjadi titik terendah dalam delapan tahun terakhir jika dibandingkan pada tahun 2016 yang hanya sebesar 24% responden yang mengatakan demikian.

Presiden Kamar Dagang dan Industri Uni Eropa, Jens Eskelund, mengatakan hal itu tecermin dari jatuhnya pasar saham Tiongkok pada musim panas 2015, bersamaan dengan perlambatan pasar real estat pada saat itu.

Ia mengatakan bahwa perlambatan pertumbuhan China saat ini memiliki aspek-aspek siklus yang serupa, namun ada pertanyaan mengenai seberapa lama dan seberapa dalam perlambatannya

Survei terbaru Kamar Dagang dan Industri (Kadin) mencakup 529 responden dan dilakukan dari pertengahan Januari hingga awal Februari.

Kuesioner tahun ini mencakup sebuah pertanyaan baru mengenai apakah para anggota menghadapi kesulitan dalam mentransfer dividen ke kantor pusat mereka.

Berdasarkan survei tersebut lebih dari 70% melaporkan tidak ada masalah, sementara 4% mengatakan bahwa mereka tidak dapat melakukannya. Sedangkan sekitar seperempatnya mengatakan bahwa mereka mengalami beberapa kesulitan atau penundaan.

Belum jelas apakah hal ini disebabkan oleh peraturan baru atau persyaratan audit pajak yang umum.

"Apa yang terjadi saat ini adalah bahwa perusahaan-perusahaan mulai menyadari beberapa tekanan ini ... mungkin akan menjadi lebih permanen, kata Presiden Kamar Dagang Uni Eropa di Tiongkok, Jens Eskelund.

Ekonomi China sekarang jauh lebih besar dibandingkan tahun 2015 dan 2016. Ketegangan perdagangan dengan AS juga meningkat dalam beberapa tahun terakhir, hal itu seiring dengan Beijing yang menggandakan produksi manufaktur untuk meningkatkan swasembada teknologi.

"Anggota kami melihat sampai batas tertentu bahwa kemampuan mereka untuk tumbuh dan menghasilkan keuntungan di pasar Tiongkok - korelasi dengan angka PDB menjadi lebih lemah," kata Eskelund.

Menurut Eskelund, yang terpenting bagi perusahaan-perusahaan asing bukanlah angka PDB, 5,3% atau sejenisnya, melainkan komposisi PDB.

"Jika Anda memiliki angka PDB yang meningkat karena lebih banyak investasi yang dilakukan untuk kapasitas manufaktur, hal itu tidak baik untuk perusahaan-perusahaan asing. Namun jika Anda memiliki PDB yang tumbuh karena permintaan domestik tumbuh, maka itu adalah hal yang baik " jelasnya.

Sementara itu, Biro Statistik Nasional China akan merilis investasi aset tetap, produksi industri, dan penjualan ritel untuk bulan April pada hari Jumat mendatang.

Kelebihan Suplai

Penekanan RRT pada manufaktur, ditambah dengan permintaan domestik yang rendah, telah menyebabkan meningkatnya kekhawatiran global bahwa kelebihan produksi akan mengurangi margin keuntungan.

Lebih dari sepertiga responden survei Kamar Dagang dan Industri Uni Eropa melihat kelebihan suplai di industri mereka pada tahun lalu, dan 10% lainnya memperkirakan akan terjadi dalam waktu dekat. Industri teknik sipil, konstruksi dan otomotif memiliki jumlah responden tertinggi yang melaporkan kelebihan kapasitas.

Sementara itu, lebih dari 70% responden mengatakan bahwa kelebihan kapasitas di industri mereka mengakibatkan penurunan harga. Namun, hal ini bukan hanya keluhan perusahaan-perusahaan Eropa. "Hal ini juga sama, bahkan lebih menyakitkan, bagi perusahaan-perusahaan China," imbuhnya.

Adapun, pihak berwenang China telah meningkatkan upaya secara maksimal untuk menarik investasi asing.

Eskelund mencatat bagaimana kebijakan bebas visa Beijing baru-baru ini untuk beberapa negara Uni Eropa telah memberikan fleksibilitas bagi para eksekutif untuk merencanakan perjalanan ke Tiongkok satu minggu sebelumnya, bukan dua atau tiga bulan sebelumnya.

Ia menambahkan bahwa perpanjangan kebijakan pembebasan pajak oleh Beijing juga mendorong lebih banyak staf internasional dan keluarga mereka untuk tinggal di Tiongkok.

Perusahaan-perusahaan kosmetik dan makanan dan minuman telah diuntungkan oleh kebijakan RRT yang baru untuk memperluas pasarnya. Hal itu tecermin dari 39% responden mengatakan bahwa pasar lokal telah sepenuhnya terbuka untuk industri mereka.


(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Daftar Negara yang Punya Utang Besar ke China

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular