Ini 2 Masalah Utama Biang Kerok Bata Sampai Tutup Pabrik di Purwakarta

Damiana, CNBC Indonesia
08 May 2024 13:46
Produk Bata di toko Bata jalan Merdeka Bogor, Jawa Barat, Rabu (8/5/2023). (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)
Foto: Produk Bata di toko Bata jalan Merdeka Bogor, Jawa Barat, Rabu (8/5/2023). (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Sepatu Bata Tbk (BATA) menutup pabriknya yang berlokasi di Purwakarta. Alasannya, perusahaan mengalami pembengkakan biaya operasional yang memberatkan hingga merugikan.

Mengutip bataindustrials.co.id, BATA mendirikan pabrik di Purwakarta pada tahun 1994. Disebutkan, BATA adalah anggota Bata Shoe Organization (BSO). Masih mengutip situs tersebut, perjalanan sepatu Bata di Indonesia dimulai dari tahun 1931, dengan didirikannya perusahaan importir sepatu.

Pada 24 Maret 1982, perusahaan ini tercatat di Bursa Efek Jakarta. Setelah sebelumnya pada tahun 1940 perusahaan mulai memproduksi barangnya di pabrik di Kalibata, Jakarta Selatan.

Perusahaan lalu mendirikan pabrik di Purwakarta pada tahun 1994 dan tahun 2004 perusahaan mendapatkan izin mengimpor dan mendistribusikan barang yang diimpor.

Sebagai merek yang telah menahun dipasarkan di Indonesia, apa sebenarnya alasan penutupan pabrik sepatu Bata di Purwakarta?

Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakri mengungkapkan, ada 2 persoalan utama yang terjadi di balik penutupan pabrik tersebut.

"Secara subjeknya, PT Bata itu harus kita lihat dia sebagai pemilik merek yang jualan alas kaki dan PT Bata di Purwakarta sebagai manufaktur / produsennya," kata Firman kepada CNBC Indonesia, dikutip Rabu (8/5/2024).

Firman menjelaskan, sebagai merek, Bata mengalami kondisi yang juga dialami merek lain. Yaitu, efek domino pandemi Covid-19.

"Kalau dia sebagai merek maka sejak pandemi semua pasti terkena dampak/ beban yang berat. Hingga 2023 yg lalu kalaupun tumbuh itu juga masih sangat kecil. Bahkan di Lebaran 2024 pasar juga sedang lesu," ujarnya.

"Sebagai produsen kita harus lihat dia ada di kawasan/ daerah dengan UMK tinggi. Kemudian sejak tahun 2019-2022, terkena safeguards bahan baku," tambah Firman.

Tak hanya itu, lanjutnya, adanya aturan Verifikasi Kemampuan Industri tahun 2023 menambah beban bagi perusahaan. Ditambah, ujarnya, pemberlakuan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 36/2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan.

"Akibatnya produk dari industri alas kaki pasti kalah kompetitif apalagi kalau melawan impor ilegal. Jadi banyak tantangan berat yang saling berkelindan," kata Firman.

Menurutnya, kebijakan-kebijakan itu menambah beban biaya karena semakin menambah panjang pengurusan perizinan.

"Aturan verifikasi itu untuk setiap pabrik yang mengimpor harus diverifikasi secara fisik. Aturanya tahun 2023 dan masih ada, akibatnya izin semakin panjang dan mahal," terangnya.

"Sekarang dengan Permendag kita wajib PI (Persetujuan Impor), LS (Laporan Surveyor), Pertek (Peraturan Teknis - untuk dapat Pertek wajib verifikasi) pemeriksaan di border," tambahnya.

Akibatnya, menurut Firman, harga produk Indonesia jadi lebih mahal dibandingkan harga FOB produk China.

"Iya, ini masalah yang dihadapi menumpuk. Dari kondisi dan kompetisi pasar, serbuan impor, dan dari sisi manajemen. Dari laporan sementara, kondisi konsumsi sepatu memang menurun, khususnya terlihat di Lebaran 2024," pungkas Firman.


(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pabrik Sepatu Bata Tutup, 230 Pekerja Kena PHK Massal

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular