Internasional

Ada Apa Amerika? Kampus Minta Polisi Tangkap Mahasiswa Bela Palestina

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
23 April 2024 12:55
Demonstran berkumpul saat berjaga di luar Kedutaan Besar Israel, Senin, 26 Februari 2024, di Washington. Seorang anggota aktif Angkatan Udara AS meninggal setelah dia membakar dirinya sendiri di luar Kedutaan Besar Israel di Washington, sambil menyatakan bahwa dia
Foto: (AP/Mark Schiefelbein)

Jakarta, CNBC Indonesia - Aksi solidaritas terhadap Palestina menggema di beberapa kampus ternama di Amerika Serikat (AS). Hal ini menimbulkan tensi baru lantara beberapa kampus menganggap aksi ini anti terhadap kaum Yahudi atau dikenal sebagai anti-Semitisme.

Salah satunya terjadi di Universitas Columbia Senin, saat sekelompok besar mahasiswa berdemo mendirikan Perkemahan Solidaritas Gaza di halaman lembaga pendidikan itu. Namun aksi tidak berjalan mulus karena laporan mahasiswa Yahudi soal intimidasi dan anti-Semitisme.

Rektor Columbia, Nemat Shafik turun tangan. Dalam surat terbukanya kepada komunitas universitas, ia mengatakan perlu adanya 'pengaturan ulang' terhadap aksi-aksi bela Palestina.

Pihaknya juga memerintahkan agar perkuliahan di Universitas Columbia dialihkan secara online untuk sementara waktu. Ia mengungkit anti-semit tak bisa diterima di kampus itu.

"Bahasa anti-Semit, seperti bahasa lain yang digunakan untuk menyakiti dan menakut-nakuti orang, tidak dapat diterima dan tindakan yang tepat akan diambil," ujarnya dikutip AFP, Selasa (23/4/2024).

"Untuk meredakan dendam dan memberi kita semua kesempatan untuk mempertimbangkan langkah selanjutnya, saya mengumumkan bahwa semua kelas akan diadakan secara virtual pada hari Senin," tambahnya.

Sebenarnya, demonstran pro-Palestina memulai protes mereka pekan lalu. Mereka menyerukan agar universitas itu melakukan divestasi dari perusahaan-perusahaan yang memiliki hubungan dengan Israel.

Lebih dari 100 orang ditangkap setelah otoritas universitas memanggil polisi ke kampus swasta tersebut Kamis. Sebuah tindakan yang tampaknya meningkatkan ketegangan dan memicu lebih banyak orang yang hadir pada akhir pekan.

Mimi Elias, seorang mahasiswa yang ditangkap, mengatakan kepada AFP bahwa pihaknya akan tetap tinggal sampai pihak kampus berbicara dan mendengarkan tuntutannya.

"Kami tidak menginginkan anti-Semitisme atau Islamofobia. Kami di sini untuk pembebasan semua orang," kata Elias.

Joseph Howley, seorang profesor ilmu klasik di Columbia, mengatakan universitas tersebut telah menggunakan alat yang salah dengan melibatkan polisi. Ini justru menarik lebih banyak elemen radikal.

"Anda tidak bisa mendisiplinkan dan menghukum untuk keluar dari prasangka dan ketidaksepakatan masyarakat," kata Howley.

Gelombang protes ini juga terjadi di kampus lain. Protes menyebar ke kampus-kampus seperti MIT, University New York (NYU), dan Universitas Michigan.

Di Universitas Yale, setidaknya 47 orang ditangkap pada hari Senin. Ini setelah mereka menolak permintaan untuk membubarkan diri.

"Universitas mengambil keputusan untuk menangkap orang-orang yang tidak mau meninggalkan alun-alun dengan mempertimbangkan keselamatan dan keamanan seluruh komunitas Yale dan mengizinkan semua anggota komunitas kami mengakses fasilitas universitas," kata Yale, yang merupakan bagian dari kampus Ivy League, dalam sebuah pernyataan.

"Siswa yang ditangkap juga akan dirujuk untuk tindakan disipliner Yale, yang mencakup serangkaian sanksi, seperti teguran, masa percobaan, atau skorsing," tambahnya.

Universitas telah menjadi fokus perdebatan budaya yang intens di AS sejak serangan Hamas pada 7 Oktober dan respons militer Israel yang luar biasa terhadap serangan tersebut. Hamas sendiri menegaskan serangannya sebagai balasan pendudukan Israel ke Palestina.

"Saya juga mengutuk mereka yang tidak memahami apa yang terjadi dengan Palestina," kata Presiden AS Joe Biden dalam pernyataan terbaru Senin, seraya mengutuk protes tanpa memberikan rincian lebih lanjut.

Walikota New York Eric Adams bersumpah bahwa polisi akan menangkap siapapun yang melanggar hukum. Termasuk di dalamnya yakni yang menyerukan kekerasan terhadap salah satu pihak tertentu.

"Kita tidak boleh menyerukan penghancuran siapa pun, kita tidak boleh menyerukan kekerasan terhadap siapapun. Itu bukanlah maksud protes," katanya kepada CNN International.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Waduh! AS Makin Bangkrut di Tahun 2024, Kok Bisa?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular