PMI Manufaktur RI Melesat, Pabrik Tekstil Diramal Setop PHK
Jakarta, CNBC Indonesia - Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di pabrik tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri diprediksi bakal segera berhenti. Kondisi itu bisa terjadi di tengah kinerja manufaktur RI yang semakin menggeliat.
Seperti diketahui, data Purchasing Manager's Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang dirilis S&P Global. untuk bulan Maret 2024, menunjukkan industri manufaktur RI dalam fase ekspansi. Tercatat, indeks PMI Manufaktur Indonesia berada di level 54,2 atau naik 1,5 poin dibanding kinerja bulan Februari yang menyentuh angka 52,7.
Ini adalah posisi tertinggi sejak 2,5 tahun terakhir.
Di tengah gelombang PHK yang terus terjadi sejak tahun 2022, ternyata PMI manufaktur yang ekspansif itu juga menular ke pabrik-pabrik tekstil di dalam negeri. Khususnya, di industri hulu.
Sebagai informasi, sejak kuartal keempat tahun 2022, Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) mencatat, setidaknya ada 1 juta pekerja pabrik tekstil yang jadi korban PHK. Angka itu mengacu pada anjloknya utilisasi pabrik dari sebelumnya 80% menjadi hanya sekitar 45%.
Perlambatan ekonomi dunia yang menyebabkan anjloknya permintaan di pasar-pasar ekspor utama produk TPT Indonesia jadi salah satu pemicu maraknya PHK. Ditambah lagi, serbuan barang TPT impor, baik legal maupun ilegal, sehingga mengikis porsi pasar bagi industri di dalam negeri.
"Untuk TPT, (PMI manufaktur ekspansif) terasa di hilir, tapi baru sebagian. Trennya memang sedang positif," kata Ketua Umum APSyFI Redma Gita Wirawasta kepada CNBC Indonesia, Senin (1/4/2024).
"Dengan tren positif ini, sepertinya PHK akan mulai berhenti pasca-Lebaran," tambahnya.
Namun, lanjut Redma, semakin berkurangnya PHK hanya bisa terjadi jika kondisi juga semakin menguntungkan industri TPT. Dalam hal ini, kata dia, kontrol serbuan barang-barang impor yang mengganggu kinerja industri TPT nasional adalah kunci.
"Permendag No 3/2024 (tentang Perubahan atas Permendag No 36/2023 tentang Kebijakan Pengaturan Impor) dan Permenperin No 5/2024 (Peraturan Menteri Perindustrian tentang Tata Cara Penerbitan Pertimbangan Teknis Impor Tekstil, Produk Tekstil, Tas, dan Alas Kaki) berlaku sesuai aturan," tukas Redma.
"Sejak diberlakukannya peraturan tersebut, kinerja sektor TPT mulai ke arah positif dan seluruh stakeholder industri TPT nasional menghendaki agar aturan ini tetap berjalan tanpa perubahan dan penundaan," tambahnya.
Dia pun meminta semua pihak mendukung produk dalam negeri. Secara khusus, dia menyinggung protes yang dilontarkan Asosiasi Pengusaha Ritel Merek Global Indonesia (APREGINDO). Yang keberatan dengan pemberlakuan aturan tersebut.
"Perintah Presiden Oktober tahun lalu kan sangat jelas agar impor lebih dikendalikan karena sudah pada level yang membuat PHK di mana-mana. Melalui Permendag ini pemerintah atur agar impor-impor itu disubstitusi oleh barang lokal," sebut Redma.
"Anggota APRIGINDO juga kan sudah kantongi PI (Persetujuan Impor) sampai akhir tahun 2024, untuk impor 2025 masih punya waktu 9 bulan, kan tinggal diurus saja. Merek-merek lokal juga banyak yang bagus dan berkelas, kalau tidak diberi kesempatan masuk mal mereka sulit berkembang dan kita akan terus bergantung pada produk impor," pungkasnya.
(dce/dce)