
Pemilu Negara Bangkrut Terancam Ricuh, Capres Oposisi Tak Bisa Daftar

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemilu Venezuela terancam ricuh. Koalisi oposisi utama mengatakan mereka dilarang mendaftarkan calon presidennya untuk mencalonkan diri melawan Presiden Nicolas Maduro pada Juli, setelah ia mengumumkan pencalonannya kembali secara resmi.
Setelah batas waktu pencalonan tengah malam lewat, Platform Kesatuan Demokratik (PUD) menyatakan belum bisa mendaftarkan kandidatnya secara resmi.
"Kami telah bekerja sepanjang hari... mencoba menggunakan hak konstitusional kami untuk mencalonkan kandidat kami. Ini tidak mungkin dilakukan," kata pejabat koalisi Omar Barboza dalam video yang dirilis PUD Selasa (26/3/2024), dilansir AFP.
Maduro, 61 tahun, meresmikan pencalonannya sebagai presiden dengan meriah pada Senin, dengan ribuan orang berkumpul di belakangnya dan Partai Sosialis Bersatu Venezuela yang berkuasa.
"Saya tersentuh oleh begitu banyak kemurahan hati dan pengakuan masyarakat terhadap pria sederhana dari lingkungan Caracas, pekerja yang rendah hati ini," kata Maduro, sambil membawa ilustrasi mentornya, pemimpin revolusioner Hugo Chavez.
Mantan sopir bus ini berupaya untuk memperpanjang masa jabatannya yang penuh gejolak dengan masa jabatan enam tahun yang ketiga, di tengah meningkatnya kekhawatiran atas kejatuhannya ke dalam otoritarianisme dan tindakan keras terhadap oposisi.
Mengenakan jaket berwarna merah, kuning dan biru seperti bendera Venezuela, ia meminta para pendukungnya untuk mendukungnya, sementara massa meneriakkan namanya.
Namun, survei opini menunjukkan Maduro bukan favorit pada pemilu 28 Juli mendatang.
Pemimpin oposisi Maria Corina Machado, 56 tahun, memenangkan pemilihan pendahuluan oposisi tahun lalu, dan beberapa survei menyebutkan dukungannya sekitar 72%.
Namun ia dinyatakan tidak memenuhi syarat, dan dilarang menduduki jabatan publik selama 15 tahun oleh pengadilan yang setia kepada Maduro atas tuduhan korupsi yang dianggap palsu, dan karena mendukung sanksi Barat terhadap pemerintah.
Namun Machado terus berkampanye, dan pada hari Jumat menunjuk profesor universitas berusia 80 tahun Corina Yoris sebagai penggantinya.
Koalisi oposisi mengatakan upayanya untuk mendaftarkan Yoris terbukti tidak berhasil.
Salah satu anggota koalisi PUD, Un Nuevo Tiempo (UNT), secara terpisah dapat mendaftarkan calon, Gubernur negara bagian Zulia Rosales Manuel, menurut pengumuman dari Dewan Pemilihan Nasional (CNE).
"Mereka melakukannya dengan cara otomatis," kata presiden CNE Elvis Amoroso.
Rosales, 71 tahun, ikut serta dalam pemilu 2006, ketika ia dikalahkan oleh Chavez.
Jegal Oposisi
Tepat sebelum jam pendaftaran habis, PUD mengatakan pihaknya belum menerima kode akses yang diperlukan untuk mencalonkan Yoris di situs CNE.
"Sistemnya tertutup sepenuhnya," kata Yoris dalam konferensi pers.
"Hak-hak saya sebagai warga negara Venezuela dilanggar," katanya.
Dia mengatakan bahwa timnya telah mendatangi CNE secara langsung untuk menyampaikan surat yang meminta perpanjangan waktu tiga hari untuk mencalonkan kandidat, namun tidak dapat melakukannya.
Dalam pernyataan bersama, Argentina, Kosta Rika, Ekuador, Guatemala, Paraguay, Peru dan Uruguay menyatakan keprihatinan atas ketidakmampuan Yoris untuk mendaftar.
Setidaknya 10 kandidat oposisi berhasil mendaftar, namun sebagian besar dianggap bersekutu dengan pemerintahan Maduro.
Daftar final calon presiden akan dipublikasikan pada akhir April.
Sekjen PBB Antonio Guterres pekan lalu memperingatkan agar tidak melakukan campur tangan dalam pemilu.
Tujuh pejabat partai dan kampanye Machado telah ditangkap, dan surat perintah penangkapan telah dikeluarkan untuk beberapa orang lainnya, semuanya dituduh berusaha mengganggu stabilitas negara.
Banyak negara menolak untuk mengakui hasil pemilu terakhir Maduro pada tahun 2018, dengan alasan adanya kecurangan dan kurangnya transparansi, dan malah mengakui presiden parlemen Juan Guaido sebagai pemimpin sah negara tersebut.
Enam tahun kemudian Maduro, 61 tahun, masih memegang kendali penuh atas negara kaya minyak tersebut setelah pemerintahan saingannya runtuh dan perang di Ukraina menghambat pasokan energi dan mengubah prioritas global.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Heboh Pemilu di Negara Gagal, Oposisi 'Dibungkam'-Tak Bisa Nyapres
