Petani Kaget Luhut Harus Turun Tangan Urus Utang Minyak Goreng Rp474 M

Damiana, CNBC Indonesia
26 March 2024 15:20
Ketua Umum APKASINDO, Gulat Medali Manurung dalam program Profit. (CNBC Indonesia TV)
Foto: Ketua Umum APKASINDO, Gulat Medali Manurung dalam program Profit. (CNBC Indonesia TV)

Jakarta, CNBC Indonesia - Petani sawit mengaku malu karena pemerintah tak juga membayar utang rafaksi minyak goreng kepada pengusaha ritel modern. Tak hanya itu. Petani juga mengaku jengkel karena utang itu seolah-olah petani sawit jadi penyebab peritel modern terancam bangkrut. 

Apalagi, urusan utang minyak goreng itu "memaksa" Menko bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut B Pandjaitan turun tangan. Sebagai informasi, pada hari Senin kemarin, 25 Maret 2024, Menko Luhut memimpin Rapat Koordinasi Pembayaran Rafaksi Minyak Goreng.

"Sangat memalukan, negara besar tapi nggak bisa menyelesaikan hal ini, sampai berlalu 2 tahun. Dan cukup menyedihkan, Pak Luhut..Oppung Luhut harus turun gunung menyelesaikan ini," kata Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat ME Manurung dalam Profit CNBC Indonesia, Selasa (26/3/2024).

"Kalau alasan Mendag adalah kehati-hatian, kan sudah banyak dilindungi regulasi. Termasuk opini Kejagung. Kejadian ini akan membuat jera, kalau ada perintah kenegaraan, "Jelas nggak? Bakal dibayar nggak?"," tukasnya. 

Gulat meminta pemerintah agar konsisten dalam menerbitkan dan menjalankan aturan yang diterbitkan. Polemik utang minyak goreng sampai ratusan miliar tersebut, ujarnya, adalah akibat dari sikap pemerintah yang tak konsisten. Dengan menerbitkan Permendag No 3/2022, lalu dalam waktu singkat menerbitkan Permendag 6/2022 yang kemudian mencabut Permendag no 3/2022. 

"Permendag nomor 3 dan 6 ini biang keroknya. Kalau dari kami sejak awal sudah berulang kali mengingatkan pemerintah agar HET minyak goreng jadi harga keekonomian. Subsidi pakai dana sawit BPDPKS," tukasnya. 

"Dengan pemerintah tak membayar sampai 2 tahun kan menjadi beban bagi peritel modern. Itu kan modal mereka, Rp800 miliar namun yang disetujui Rp400 miliar. Bagaimana nasib yang belum terakomodir dalam Rp400 miliar itu?" cetusnya.

Namun, lanjut Gulat menimpali, jika pengusaha memang tak bisa memberikan bukti dan dokumen lengkap, sebaiknya rafaksi tak dibayarkan ke pemerintah ke perusahaan tersebut. 

"Karena nanti bisa jadi masalah hukum dan bisa jadi bumerang bagi si menteri nantinya," ujarnya.

"Tapi kalau memang misal dokumen tak bisa dilengkapi karena urusan administrasi, ya dibantu lah," kata Gulat. 

Perintah Luhut

Saat memimpin rapat rafaksi minyak goreng, Menko Luhut mengatakan, pemerintah berkomitmen menyelesaikan pembayaran besaran klaim terkait dengan rafaksi minyak goreng. 

"Kita harus menuntaskan (permasalahan) mengenai rafaksi minyak goreng ini. Ini sudah diaudit sama BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) dan tidak ada isu sepertinya. Kita harus segera menyelesaikan ini, sehingga pedagang tidak mengalami kerugian," katanya dalam keterangan resmi, dikutip Selasa (26/3/2024).

Luhut mengatakan, keterlambatan pembayaran ini berkaitan erat dengan nasib pedagang sehingga perlu segera diselesaikan.

"Kita semua pejabat pemerintah ini harus mengingat pedagang, kalau begini kan kasihan pedagang itu. Ini kan harusnya jadi modal dia, jadinya berhenti berputar. Itu kan juga punya dampak yang lumayan. Kita harus pahami itu, mereka kan juga modalnya terbatas," ujarnya.

Menurut Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Isy Karim, total nilai klaim utang rafaksi yang terverifikasi adalah Rp474 miliar.

"Seperti yang disampaikan dari Sucofindo, dari total 54 pelaku usaha yang mengajukan klaim, diverifikasi sekitar Rp474 miliar. Pelaku usaha tersebut terdiri dari retail modern maupun usaha tradisional," ungkap Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Isy Karim.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut B. Pandjaitan memimpin Rapat Koordinasi Pembayaran Rafaksi Minyak Goreng di Kantor Marves pada Selasa (25/3/2024). (Dok. Kemenko Marves)Foto: Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut B. Pandjaitan memimpin Rapat Koordinasi Pembayaran Rafaksi Minyak Goreng di Kantor Marves pada Selasa (25/3/2024). (Dok. Kemenko Marves)
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut B. Pandjaitan memimpin Rapat Koordinasi Pembayaran Rafaksi Minyak Goreng di Kantor Marves pada Selasa (25/3/2024). (Dok. Kemenko Marves)

Luhut lalu meminta konfirmasi Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait aspek hukum kewajiban pembayaran utang pemerintah tersebut.

Merespons hal itu, Jamdatun Kejaksaan Agung Feri Wibisono menyebut pihaknya sudah membuat Legal Opinion (LO) agar mengantisipasi agar kebijakan yang diambil tidak memiliki risiko hukum di kemudian hari.

"Kami mengacu pada perhitungan yang dilakukan oleh Sucofindo selaku surveyor," kata Feri.

Di sisi lain, dia menambahkan, sejumlah klaim tidak bisa diproses akibat ketidaklengkapan dokumen pendukung klaim pembayaran tersebut. Menurut Feri, klaim yang tidak terakomodir itu karena terbentur permasalahan dokumen.

Merespons hal itu, Luhut menegaskan, pembayaran tidak akan dilakukan jika dokumen tak lengkap.

"Kalau permasalahan dokumen yang tidak lengkap, tentu kita tidak bisa karena itu melanggar aturan. Tapi kalo ada dokumen yang bisa kita bantu dorong, terutama bagi pedagang kecil itu, dibimbing lah membereskannya, yang penting perhatikan aspek hukumnya," kata Luhut.


(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bos Ritel Ngaku Nekat, Tak Takut Gugat Kasus Minyak Goreng

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular