KPPU Temukan Dugaan Pelanggaran di Pinjol Pendidikan

Khoirul Anam, CNBC Indonesia
Jumat, 22/03/2024 20:21 WIB
Foto: dok Istimewa

Jakarta, CNBC Indonesia - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah menyelesaikan kajian atau penelitiannya berkaitan dengan pinjaman pendidikan melalui Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau yang lebih dikenal oleh pinjaman online (pinjol).

Dalam proses kajian, KPPU mendapatkan informasi dan data dari berbagai pihak, seperti regulator pendidikan, Otoritas Jasa Keuangan, perguruan tinggi, dan para pelaku usaha yang bergerak di industri pinjaman baik perbankan maupun pinjol.

"Dari kajian, KPPU menemukan adanya dugaan pelanggaran Undang-undang No. 5 Tahun 1999 dan memutuskan untuk menindaklanjutinya dengan penegakan hukum. Khususnya melalui tindakan penyelidikan awal perkara inisiatif," ungkap Ketua KPPU M. Fanshurullah Asa, dalam keterangan tertulis, Jumat (22/3/2024).


Dia menjelaskan sejak Februari 2024, KPPU melakukan berbagai pendalaman atas persoalan pinjol pendidikan dan telah menghadirkan berbagai pihak terkait. Dari proses tersebut, hasil kajian KPPU menunjukkan bahwa pelaku usaha pinjol menetapkan suku bunga pinjaman tinggi, jauh daripada suku bunga pinjaman perbankan, baik pinjaman produktif maupun konsumtif.

Selanjutnya, KPPU juga melakukan perbandingan suku bunga pinjaman pendidikan di berbagai negara dan menemukan bahwa pinjaman pendidikan melalui pinjol di Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan produk pinjaman pendidikan di luar negeri.

"Dengan menerapkan suku bunga yang tinggi, KPPU menduga bahwa pelaku usaha pinjol telah melakukan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di pasar tersebut," kata dia.

Untuk itu pada 20 Maret 2024, KPPU memutuskan melanjutkan kajian atau penelitian tersebut, dengan melakukan penyelidikan awal guna mencari alat bukti pelanggaran berikut kejelasan atas dugaan pasal pelanggaran Undang-Undang No. 5 Tahun 1999.


(dpu/dpu)
Saksikan video di bawah ini:

Video: KPPU Ingatkan Kemendag Soal Bea Masuk Anti Dumping