Internasional

Negara Muslim ini Sekarat: Dilanda Perang Saudara-Krisis Kelaparan

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
Kamis, 21/03/2024 15:35 WIB
Foto: Upaya kudeta terjadi di Sudan. Pihak paramiliter Rapid Support Forces (RSF) mengklaim telah menguasai istana kepresidenan dan bandara Khartoum. (AP/Samir Bol)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kondisi di Sudan terus memburuk. Ini disebabkan konflik yang sudah berlangsung hampir setahun antara pasukan militer dan paramiliter, yang menempatkan negara itu dalam situasi kelaparan yang parah.

Direktur Operasi Kemanusiaan PBB, Edem Wosornu, mengatakan bahwa sepertiga penduduk Sudan, yaitu 18 juta orang, menghadapi kerawanan pangan yang akut, dan tingkat kelaparan yang parah. Kondisi ini diperparah oleh musim paceklik yang bisa mengganggu panen.

"Penelitian baru-baru ini mengungkapkan bahwa satu anak meninggal setiap dua jam di kamp Zamzam di El Fasher, Darfur Utara," katanya dikutip Associated Press, Kamis (21/3/2024).


"Mitra kemanusiaan kami memperkirakan bahwa dalam beberapa minggu dan bulan mendatang, sekitar 222.000 anak akan meninggal karena kekurangan gizi."

Wosornu menyebut kekerasan yang mengerikan yang telah mengakibatkan serangan berbasis etnis, kekerasan seksual termasuk pemerkosaan berkelompok, dan serangan tanpa pandang bulu di daerah padat penduduk.

Sudan terjerumus ke dalam kekacauan pada bulan April lalu. Ketegangan yang telah berlangsung lama antara militer yang dipimpin oleh Jenderal Abdel Fattah Burhan dan Rapid Support Forces (RSF) yang dipimpin oleh Mohammed Hamdan Dagalo pecah menjadi pertempuran jalanan di ibu kota, Khartoum.

Pertempuran dengan cepat menyebar ke wilayah lain di negara tersebut, terutama daerah perkotaan. Namun di Darfur bentuk konfliknya berbeda, dengan serangan brutal yang dilakukan oleh RSF yang didominasi Arab terhadap warga sipil etnis Afrika. Ribuan orang telah terbunuh.

Dua dekade lalu, Darfur menjadi identik dengan genosida dan kejahatan perang, terutama yang dilakukan oleh milisi Arab Janjaweed yang terkenal kejam terhadap penduduk yang diidentifikasi sebagai warga Afrika Tengah atau Timur.

Wosornu dari PBB mengatakan tidak ada jeda dari pertempuran sengit di Khartoum, Darfur dan Kordofan yang merupakan rumah bagi 90% penduduk yang menghadapi darurat kerawanan pangan. Para petani terpaksa meninggalkan ladang mereka sejak permusuhan terjadi di wilayah penghasil pangan Sudan, negara bagian Jazeera, pada bulan Desember.

Dalam situasi seperti ini, pengiriman bantuan kemanusiaan seharusnya menjadi penyelamat. Namun permintaan PBB senilai US$ 2,7 miliar (Rp 42 triliun) hanya terealisasi US$ 131 juta (Rp 2 triliun).

"Dengan sorotan global yang kini tertuju pada perang Israel-Hamas di Gaza dan pada tingkat yang lebih rendah pada perang di Ukraina, kami menyesalkan sebuah parodi kemanusiaan sedang terjadi di Sudan di bawah kedok kurangnya perhatian dan kelambanan internasional," paparnya.

 


(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Parlemen Iran Sepakat Keluar dari Badan Nuklir PBB