Prabowo Presiden RI Terpilih, Siap-siap Pajak Cerai dari Kemenkeu

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
21 March 2024 12:45
Calon presiden nomor urut 02 Praowo Subianto saat konferensi pers usai Penetapan Hasil Pilpres KPU 2024 di Kartanegara, Jakarta, Rabu (20/3/2024) malam. (AP Photo/Achmad Ibrahim)
Foto: Calon presiden nomor urut 02 Praowo Subianto saat konferensi pers usai Penetapan Hasil Pilpres KPU 2024 di Kartanegara, Jakarta, Rabu (20/3/2024) malam. (AP Photo/Achmad Ibrahim)

Jakarta, CNBC Indonesia - Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih, setelah berhasil memperoleh 96.216.691 (58,58%) suara rakyat.

Prabowo-Gibran telah menggariskan berbagai program kerja ekonominya saat mencalonkan diri sebagai peserta pilpres. Salah satunya pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) yang berisi Direktorat Jenderal Pajak hingga Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Dengan demikian, ia akan memisahkan dua instansi tersebut dari Kementerian Keuangan. Ini sebagaimana termaktub dalam dokumen visi-misinya yang berjudul Bersama Indonesia Maju setebal 77 halaman.

Prabowo-Gibran menganggap pendirian BPN merupakan bentuk terobosan konkret sebagai upaya meningkatkan penerimaan negara dari dalam negeri. Melalui badan itu, mereka menargetkan rasio penerimaan negara terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 23%.

"Pendirian Badan Penerimaan Negara ditargetkan meningkatkan rasio penerimaan negara terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 23%," sebagaimana tertulis dalam dokumen visi-misi itu pada halaman 27, dikutip Kamis (21/3/2024).

Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran memastikan, pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) akan langsung dikerjakan seusai kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 itu dilantik sebagai pemenang Pilpres 2024.

"Prosesnya dimulai segera," kata Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran Eddy Soeparno kepada CNBC Indonesia pada Februari lalu.

Eddy menjelaskan, karena proses pembentukannya baru akan dilaksanakan setelah Prabowo-Gibran dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden pada Oktober 2024, badan itu belum akan langsung berdiri setelah pelantikan.

Menurutnya, proses pembentukannya masuk ke dalam kebijakan jangka menengah panjang, karena harus mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) dan infrastrukturnya, hingga landasan hukum pembentukannya melalui UU.

"Bukan berarti bahwa Pak Prabowo dilantik Insyaallah 20 Oktober, 22 Oktober sudah ada papan nama BPN dan orang-orang sudah bekerja di situ, enggak. Kan harus ada prosesnya," ucap Sekjen Partai Amanat Nasional (PAN) itu.

Patut diketahui ide pembentukan Badan Penerimaan Negara adalah ide lama. Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan periode 2001-2006 Hadi Poernomo mengatakan rencana pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) sebenarnya telah berusia 20 tahun.

Hadi menceritakan pada 2003 dirinya telah meminta seorang profesor di Universitas Gadjah Mada untuk mengkaji terkait kemungkinan pemisahan Ditjen Pajak dari Kemenkeu. Hasil kajian tersebut, kata dia, menyimpulkan bahwa perlu adanya pemisahan antara lembaga yang melakukan penerimaan dan melakukan pengeluaran.

"Kalau kedua itu (penerimaan dan pengeluaran) ada di satu orang tentunya tidak bagus. Pemisahan itu seperti toilet perempuan dan laki-laki, tidak mungkin toiletnya satu," kata dia dalam diskusi yang diselenggarakan Universitas Paramadina, dikutip Senin (19/2/2024).

Hadi menuturkan hasil kajian tersebut sebenarnya juga sudah dia serahkan ke Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara agar diserahkan ke presiden dan diusulkan menjadi rancangan undang-undang. Namun, kata dia, usul itu ditolak.

Hadi menuturkan penolakan untuk meningkatkan Ditjen Pajak secara kelembagaan ini kemudian memunculkan masalah. Dia bilang pada 2005, pihaknya membuat rancangan undang-undang yang isinya meminta semua pihak wajib memberikan data terkait pajak kepada Ditjen Pajak.

Kewajiban itu nantinya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah. Akan tetapi, RUU tersebut kemudian menemui kendala administrasi. Sebab aturan lainnya mensyaratkan bahwa penyerahan data tersebut tidak boleh diwakilkan.

"Di sini kuncinya, sehingga ini tidak jalan. Kenapa? Karena disub-delegasikan ke peraturan menteri. Di sini kuncinya sehingga ini tidak berjalan, karena itu pajak harus naik tingkat," katanya.

Terkait dengan ide ini, Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ternyata telah menuntaskan hasil kajian pemisahan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dari Kementerian Keuangan pada periode 2014-2019. Hasil kajian tersebut telah disampaikan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Anggota Komisi XI DPR Fraksi PDIP Hendrawan Supratikno menjelaskan, dalam suatu kesempatan Komisi XI DPR, mengaku pernah menyampaikan hasil kajian pemisahan Ditjen Pajak dari Kemenkeu, dengan berbagai pertimbangan.

Pertimbangan itu antara lain termuat dalam program penjabaran nawacita, terutama terkait dengan pembagian fungsi antara instansi penerima dan instansi yang mengurus belanja.

Pembagian ini dilakukan untuk mengoptimalkan rentang kendali Kementerian Keuangan yang dinilai sudah berlebih, serta untuk memaksimalkan pendapatan dengan menekan hambatan atau kendala pada aspek birokrasi.

"Namun setelah dilakukan kajian awal, muncul masalah koordinasi yang dalam konteks Indonesia, sering sulit diatasi. Spesialisasi selalu menimbulkan masalah komunikasi, koordinasi dan penciptaan sinergi, itu dialami di banyak bidang," papar Hendrawan kepada CNBC Indonesia.


(arj/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Beda Anies-Prabowo Soal Rencana Buat Badan Penerimaan Negara

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular