Bos Pupuk Indonesia Minta Aturan Harga Gas Tak Diubah, Ini Alasannya
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah tengah mengkaji kelanjutan kebijakan program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) untuk industri. Termasuk, mengevaluasi kelanjutan harga US$6 per MMBTU yang dijadwalkan berlaku sampai tahun 2024 ini.
Kebijakan harga gas ini pun diminta dilanjutkan. Sebab, jika HGBT naik, maka berpotensi pada naiknya anggaran subsidi pupuk. Pemerintah sudah menaikkan subsidi pupuk dari 4,7 juta ton menjadi 9,55 juta ton, alhasil nilai subsidinya pun naik dari Rp26 triliun menjadi 54 triliun. Namun, nilai tersebut bisa lebih membengkak lagi ketika HGBT naik.
"Volume pupuk ditetapkan, kalau harga gas naik ya anggaran subsidi bakal naik, karena sekarang basisnya volume," kata Direktur Utama PT Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi kepada CNBC Indonesia di Hotel Alila, dikutip Selasa (19/03/2024).
Selain pupuk subsidi, pupuk non subsidi pun bakal ikut terdampak yakni kenaikan harga. Belum tentu petani yang tidak mendapat pupuk subsidi mampu untuk membelinya. Rentetan dampaknya pun bisa lebih berantai dan semakin panjang.
"Harga pupuk non-subsidi yang akan dibeli petani itu meningkat. Kalau peningkatan harga pupuk lebih cepat dari harga komoditasnya, sudah pasti orang akan mengurangi konsumsi pupuk. Kalau mengurangi konsumsi pupuk, sudah pasti produktivitasnya akan turun," kata Rahmad.
Karena kaitannya panjang, HGBT punya dampak langsung pada pencapaian ketahanan pangan nasional. Oleh karenanya, Ia pun mendorong agar kebijakan HGBT diteruskan.
"Berakhir 31 Desember 2024, kita harapkan ini bisa dilanjutkan. Dari informasi yang kita dapatkan ini mendapat sambutan baik dari SKK Migas, ESDM, Kementerian Perindustrian, bahkan saat Raker Komisi IV dengan Kementan, ini sudah dijadikan keputusan di mana Kementan dan Komisi IV meminta agar HGBT diteruskan," kata Rahmad.
(dce)