BMKG Ungkap Fakta Mengejutkan Penyebab Banjir Parah Hantam Semarang
Jakarta, CNBC Indonesia - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengungkapkan, topografi wilayah Semarang menunjukkan kondisi khusus dan berbeda dibandingkan lokasi lain.
Wilayah Semarang, kata dia, mengalami penurunan parah. Kondisi ini lah yang menyebabkan parahnya banjir yang melanda Semarang, Rabu (13/3/2024).
Sebelumnya, BNPB melaporkan, Kota Semarang dikepung banjir setelah cuaca ekstrem ditandai hujan dengan intensitas tinggi disertai petir dan angin kencang melanda di hampir sebagian besar wilayah Ibu Kota Jawa Tengah dan sekitarnya pada hari Rabu (13/3).
"Berdasarkan monitoring satelit klimatologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) per pukul 20.50-23.45 WIB, wilayah dengan dampak cuaca ekstrem ini terpantau meliputi Kota Semarang, Kabupaten Kendal, Kabupaten Semarang, Kota Salatiga, sebagian wilayah Kabupaten Demak dan Kabupaten Grobogan," demikian keterangan tertulis BNPB.
"Banjir yang melanda Semarang kali ini karena efek fenomena Madden Julian Oscillation (MJO) dan pengaruh tidak langsung adanya bibit siklon. Tapi, kenapa paling parah? Itu karena memang lahan Semarang, dari hasil penelitian geologi, mengalami penurunan secara kontinu," katanya saat memberikan keterangan pers secara virtual, Kamis (14/3/2024).
"Terutama di wilayah pesisir, daratnya itu lebih rendah dari muka air laut. Menjadikan Semarang itu paling parah. Padahal pasokan hujannya sama dengan sekitarnya. Ini karena efek kondisi lahan setempat yang menurun," terang Dwikorita.
Belum lagi, lanjut dia, terjadi banjir rob atau banjir pesisir. Menambah parah dampak curah hujan yang lebat.
Dwikorita pun memperingatkan potensi masih berlanjutnya banjir pesisir.
"Bibit Siklon Tropis 91S di selatan Jawa dan Bibit Siklon Tropis 94S di Laut Timor - tenggara NTT memberikan dampak signifikan berupa peningkatan kecepatan angin hingga mencapai 35 knot. Kondisi tersebut memengaruhi peningkatan tinggi gelombang di beberapa wilayah perairan Indonesia," paparnya.
"Lalu ada fenomena Super New Moon atau fase Bulan Baru yang bersamaan dengan Perigee (jarak terdekat bulan ke bumi). Yang memberi dampak pada peningkatan ketinggian pasang air laut maksimum, sehingga berpotensi mengakibatkan terjadinya banjir pesisir (rob) di beberapa wilayah pesisir Indonesia," kata Dwikorita.
Potensi tinggi gelombang periode 14 -18 Maret 2024 diprediksi mencapai 4-6 meter (Very Rough Sea) dapat terjadi di Samudra Hindia selatan Jawa Timur hingga NTB.
Potensi Banjir Pesisir (Rob) periode 14-18 Maret 2024, meliputi:
Pesisir utara Medan - Sumatra Utara
Pesisir Batam, Karimun, dan Bintan - Kep. Riau
Pesisir Lampung
Pesisir utara Jawa Tengah
Pesisir barat Banten
Pesisir selatan Jawa
Pesisir selatan Bali
Pesisir selatan NTB dan NTT
Pesisir timur Kendari, Konawe, dan Konawe Utara - Sulawesi Tenggara
Pesisir Saumlaki - Maluku
Pesisir Merauke - Papua Selatan.
(dce/dce)