Internasional

Warganya Pelit, Ekonomi Tetangga RI Ini Loyo

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
Rabu, 06/03/2024 16:35 WIB
Foto: Seorang wanita berjalan melewati pagar dekat tepi pelabuhan di Sydney, Australia Desember 2023 (AP/Mark Baker)

Jakarta, CNBC Indonesia - Perekonomian Australia hanya tumbuh 0,2% pada kuartal terakhir 2023, setelah sebelumnya 0,4%. Hal ini disebabkan kurangnya belanja yang dilakukan oleh rumah tangga.

Biro Statistik Australia mengatakan pada Rabu (6/3/2024) pertumbuhan di Q4 secara year on year hanya mencapai 1,5%. Ini turun dari 2,1% di kuartal sebelumnya.


Pengeluaran rumah tangga hanya meningkat 0,1% pada kuartal bulan Desember karena terhentinya pengeluaran untuk makanan dan utilitas di tengah krisis biaya hidup yang berkelanjutan. Penopang perekonomian hanya belanja pemerintah.

Ekonom di National Australia Bank mengatakan bahwa kondisi ini menggambarkan lemahnya konsumsi rumah tangga warga Menurutnya, negara tersebut mengalami pertumbuhan belanja rumah tangga tahunan paling lambat dalam hampir 40 tahun, tidak termasuk Covid-19 dan krisis keuangan 2008.

"Kisah utamanya masih lemahnya konsumsi rumah tangga", tegas ekonom tersebut, dikutip dari AFP.

Sementara itu, Menteri Keuangan Jim Chalmers melihat angka ini sebagai "sedikit perbaikan pada PDB". Ini, ujarnya, merupakan hal yang disambut baik mengingat kondisi ekonomi yang tertekan akibat suku bunga tinggi dan situasi dunia yang belum menentu.

"Pertumbuhan Australia lemah namun relatif stabil dalam menghadapi suku bunga yang lebih tinggi, inflasi yang tinggi namun moderat, dan ketidakpastian ekonomi global yang sedang berlangsung," kata Chalmers dalam sebuah pernyataan.

Chalmers mengatakan sekitar seperempat negara-negara G20 telah menghadapi resesi atau baru saja menghindari resesi. Menurutnya, warga Australia belum membelanjakan uangnya seperti seharusnya.

"Warga Australia memperoleh lebih banyak penghasilan dan mempertahankan lebih banyak pendapatan mereka, hal ini akan terbantu oleh tiga pemotongan pajak yang akan datang," jelasnya.

Meski begitu, bendahara negara itu juga mencatat tekanan ekonomi yang dialami banyak orang. Apalagi karena harga barang dan jasa penting masih tetap tinggi.

"Kami mengakui bahwa banyak orang dan usaha kecil masih melakukan upaya keras dan kami melihat dampak dari sejumlah tekanan biaya hidup yang terus membebani," tambahnya.


(sef/sef)
Saksikan video di bawah ini:

Video: AMRO Ungkap Risiko Pembengkakan Rasio Utang RI Terhadap PDB