
Siapa Jenderal Iran Qasem Soleimani yang Disebut-sebut Jokowi?

Jakarta, CNBC Indonesia- Jenderal Iran Qasem Soleimani disebut-sebut Presiden Joko Widodo (Jokowi). Hal ini terjadi kala ia menceritakan perkembangan teknologi drone yang semakin canggih dan berbahaya.
Lalu, siapa Soleimani?
Soleimani adalah jenderal besar Iran yang ditakuti Amerika Serikat (AS). Namun di 2020, ia tewas dalam serangan drone AS di Irak yang ditugaskan langsung Presiden saat itu Donald Trump.
Ia tewas karena ketika berkendara dengan mobil bersama pasukannya di Irak. Dirinya sendiri memang jenderal terkemuka di Timur Tengah.
Selama hidup, ia digambarkan memiliki perawakannya yang 'mungil' dan tenang. Selaku pemimpin Garda Revolusi Iran, pria 62 tahun itu memikul tanggung jawab atas operasi rahasia Iran di luar negeri.
Diam-diam, Soleimani sukses memperluas jangkauan militer Iran ke Suriah dan Irak. Sejumlah analis bahkan menilai Soleimani memiliki pengaruh diplomatik yang lebih besar ketimbang Menteri Luar Negeri Iran kala itu Javad Zarif.
Singkat cerita, karier kemiliteran Soleimani dimulai tak lama setelah Revolusi Iran pada tahun 1979. Ia bahkan turut serta dalam pembentukan Republik Islam Iran.
"Lebih dari siapapun, Soleimani bertanggung jawab atas penciptaan 'arc of influence' atau 'axis of resistance' yang membentuk dari Teluk Oman melalui Irak, Suriah, dan Lebanon ke pantai timur Laut Mediterania," ujar eks agen FBI Ali Soufan, dikutip The Washington Post.
Selama perang dengan Irak dalam kurun waktu 1980 hingga 1988, Garda Revolusi Iran sukses meraih kekuatan politik dan ekonomi. Perang sengit itu juga membentuk karakter seorang Soleimani, pemuda yang berasal dari tenggara pegunungan Iran.
Pada akhir 1990-an, Soleimani diberi kendali atas Pasukan Quds, sayap Garda Revolusi Iran yang dikhususkan untuk urusan eksternal. Pasukan Quds memiliki sejarah panjang, termasuk membantu pendirian Hezbollah di Lebanon pada awal 1980-an.
Di bawah kepemimpinan Soleimani, mereka memperluas pengaruh di wilayah tersebut. Setelah invasi AS ke Irak berhasil menggulingkan Presiden Irak Saddam Hussein 2003, Pasukan Quds mulai membantu milisi syiah di negara itu tatkala mereka berperang melawan pasukan AS.
Pentagon sempat mengestimasi Pasukan Quds telah menewaskan 608 tentara AS di Irak antara tahun 2003 dan 2011. Kemudian, dalam perang saudara di Suriah, intervensi besar-besaran Pasukan Quds mengubah arah perang demi kepentingan Presiden Suriah Bashar al-Assad, sekutu dekat Teheran.
Pengaruh Soleimani selaku pemimpin Pasukan Quds tidak hanya terasa di Timur Tengah. Beberapa tahun sebelumnya, ia juga dikaitkan dengan upaya pembunuhan Duta Besar Arab Saudi untuk AS di sebuah restoran Italia di Georgetown.
Singkat cerita, sejak Trump berkuasa, AS menarik diri dari perjanjian nuklir antara Iran dan negara-negara dunia lain. Ini menempatkan pasukan Quds berada di pusat ketegangan antara Iran dan AS.
Di Irak, milisi Syiah melontarkan serangan demi serangan ke pihak AS. Setelah salah satu serangan menewaskan seorang kontraktor asal Negeri Paman Sam, AS melancarkan serangan udara terhadap pangkalan militer di sepanjang perbatasan dengan Suriah yang digunakan kelompok Kataib Hezbollah.
Pada malam tahun 2020, milisi Syiah dan pendukungnya menyerbu kompleks Kedutaan Besar AS di Baghdad. Walau tidak ada yang terbunuh dalam insiden itu, Trump menyebut Iran harus bertanggung jawab atas tindakan tersebut.
"Mereka akan bertanggung jawab penuh," ujar Trump via akun Twitter-nya.
Serangan udara dengan drone kemudian dilakukan AS sebagai balasan. Hal ini menewaskan Soleimani termasuk Komandan Milisi Irak Abu Mahdi al-Muhandis.
Para analis sepakat Soleimani adalah sosok yang unik dan mungkin tidak tergantikan di Iran. Tetapi, setelah kabar kematiannya, banyak yang bertanya apa efek dari kematian sang jenderal.
"Tekanan untuk membalas akan sangat besar," ujar pakar timur tengah dari Universitas Johns Hopkins via akun Twitter-nya.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jenderal Iran Bersumpah Bantu Hamas Lawan Israel