Ternyata Ini 5 Biang Keladi Utama Penjualan Mobil Anjlok 26%

Damiana, CNBC Indonesia
Rabu, 21/02/2024 17:10 WIB
Foto: Pameran Indonesia International Motor Show (IIMS) 2024 digelar di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, pada 15-25 Februari. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat, penjualan mobil wholesales nasional pada bulan Januari 2024 hanya sebanyak 69.619 unit.

Angka ini anjlok dalam dibandingkan bulan Januari 2023 yang tercatat mencapai 94.270 unit. Artinya ada penurunan 24.651 unit atau 26,14% secara tahunan. Jika dibandingkan penjualan wholesales (produsen ke distributor) pada bulan Desember 2023 yang mencapai 85.284 unit, terjadi penurunan sebanyak 15.665 unit atau sekitar 18,36%.

Lalu apa penyebab anjloknya penjualan mobil di bulan Januari 2024 ini?


Sebab, efek pelaksanaan Pemilu 2024 yang aman-aman saja pada 14 Februari 2024 diakui tak berdampak pada pasar mobil di dalam negeri.

Ternyata ada sejumlah faktor yang jadi biang kerok penurunan penjualan mobil nasional di awal tahun ini.

Pertama, kata Pengamat Otomotif Yannes Martinus Pasaribu, faktor signifikan yang berdampak pada penurunan penjualan mobil di bulan Januari 2024 adalah efek kenaikan suku bunga oleh Bank Indonesia pada tahun 2023 lalu. 

"Ini berpengaruh pada perubahan nilai kredit di awal tahun 2024," katanya kepada CNBC Indonesia, Rabu (21/2/2024).

Kedua, lanjutnya, absennya peluncuran produk baru oleh merek-merek dominan di pasar turut menambah dampak ke pasar. Ini berpotensi mengurangi minat konsumen terhadap pembelian.

"Belum lagi konsumen sudah mendengar akan adanya pameran IIMS 15-25 Februari ini, yang menawarkan opsi lebih terjangkau menarik perhatian pembeli ke arah alternatif EV (electric vehicle/ kendaraan listrik," sebutnya.

Faktor ketiga menurut Yannes adalah efek Ramadan-Lebaran yang akan dimulai pada pertengahan Maret 2024 nanti.

"Keengganan konsumen untuk melakukan pembelian mobil baru pada Januari 2024 juga dipengaruhi oleh penyesuaian pola belanja menjelang bulan puasa, yang dimulai pada 11-12 Maret. Diikuti dengan persiapan untuk hari raya Lebaran pada 9-10 April 2024," ujarnya.

"Hal ini mencerminkan sikap konsumen yang lebih konservatif dalam pengambilan keputusan pembelian, sebagai adaptasi terhadap dinamika ekonomi dan pasar yang berubah," jelas Yannes.

Keempat, lanjutnya, penyebab penurunan penjualan adalah efek langkah Toyota, Honda, Mitsubishi, dan Suzuki yang malah menaikkan harga.

"Ini bisa jadi membuat orang lebih ragu untuk membeli," katanya.

Skandal yang berulangkali menyeret pabrikan mobil seperti Toyota, diyakini tak membuat perusahaan menahan kenaikan harga. Sebabnya, konsumen di Indonesia dianggap gampang lupa atau cepat lupa dengan peristiwa-peristiwa tersebut.

Faktor kelima adalah keengganan konsumen membeli mobil karena efek kebijakan kredit perbankan. 

Menurut Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara, penurunan tajam penjualan mobil nasional di bulan Januari 2024 dipengaruhi oleh efek beruntun kebijakan terkait pembiayaan atau kredit lembaga keuangan. 

Berawal dari pengetatan kredit oleh bank/ lembaga keuangan karena NPL yang tinggi. Ditambah, adanya efek domino kenaikan suku bunga oleh AS di tahun 2023, untuk mengatasi kenaikan inflasi di negara tersebut. 

"Ada kecenderungan bank memperketat kredit, padahal 80% pembelian mobil itu kan menggunakan kredit. Ini jadi salah satu faktor berpengaruh pada penurunan pembelian mobil," katanya kepada CNBC Indonesia, Rabu. 

"Belum selesai, OJK kemudian mengeluarkan aturan baru soal penagihan kredit macet. Ini menimbulkan risiko tinggi bagi lembaga keuangan. Efeknya, mereka mengetatkan lagi kreditnya. Jadi kebijakan bertubi-tubi ini menyebabkan orang cenderung menahan atau menunda beli mobil," jelas Kukuh. 

Sentimen Negatif Global

Belum lagi, lanjut Kukuh, tensi geopolitik-perang Israel-Hamas yang kemudian melebar ke Laut Merah hingga memicu gangguan logistik global, menambah sentimen negatif bagi pasar mobil.

"Kalau soal varian baru, justru sekarang lagi banyak peluncuran varian baru. Kita harapkan ini akan berdampak. Kecenderungan menahan diri membeli mobil ini lebih karena fasilitas kredit yang ketat. Kita kena dampaknya,"  terangnya. 

"Lalu, pertumbuhan ekonomi kita yang lebih rendah. Kemudian kondisi ekonomi Jepang masuk resesi, lalu ekonomi China tak seperti yang diharapkan, ini menambah sentimen negatif," pungkas Kukuh. 


(dce/dce)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Penjualan Mobil Listrik RI Lesu, Pasar Tak Lagi Bergairah?