
Bansos Bikin Ribut Tetangga RI, Perdana Menteri-Bank Sentral Bentrok

Jakarta, CNBC Indonesia - Tetangga RI ribut karena bantuan sosial (bansos). Ini membuat Perdana Menteri (PM) dan Gubernur Bank Sentral berselisih paham.
Hal ini terjadi di Thailand, antara PM Srettha Thavisin dengan Sethaput Suthiwartnarueput. Pemberian bansos via dompet digital terbaru membuat panas.
Srettha mengatakan bahwa "rakyat menderita" dan tingginya suku bunga merugikan perekonomian. Ia mendesak parlemen untuk menyetujui rencana memberikan pembayaran satu kali bansos sebesar 10.000 baht (Rp 4,4 juta) kepada sekitar 50 juta warga berpenghasilan rendah melalui dompet digital.
"Bantuan tersebut diperlukan untuk memacu pengeluaran, mendukung bisnis dan memulai pemulihan ekonomi," menurut Thavisin sebagaimana ditulis Financial Times Selasa (6/2/2024).
Namun Sethaput menolak hal tersebut. Ia beralasan tidak ada krisis dan mengkritik bansos dompet digital dan kebijakan stimulus "jangka pendek" yang diambil Srettha.
"Ini adalah salah satu dari sedikit pemimpin dunia yang mencoba meyakinkan masyarakat bahwa kondisi perekonomian saat ini lebih buruk," kata Peter Mumford, kepala Eurasia Group untuk kawasan Asia Tenggara, dimuat laman yang sama.
"Perdana Menteri dan bank sentral berselisih mengenai masa depan kebijakan dompet digital membuat sangat sulit bagi siapapun yang mencoba memperkirakan apa yang terjadi pada perekonomian," jelasnya.
Perselisihan ini menggarisbawahi posisi Thailand yang genting dalam upayanya untuk keluar dari kelesuan akibat pandemi. Pemerintah, yang menargetkan pertumbuhan tahunan sebesar 5% selama empat tahun ke depan, mengatakan bulan lalu bahwa perekonomian hanya tumbuh 1,8% pada tahun 2023, lebih rendah dari perkiraan bank sentral sebelumnya sebesar 2,5 hingga 3%.
Pertumbuhan telah tertinggal dibandingkan negara-negara lain di kawasan dan harga konsumen telah mengalami kontraksi selama empat bulan berturut-turut, turun 1,1 persen pada bulan Januari.
Namun bank sentral, yang mengadakan pertemuan penetapan suku bunga pertama tahun ini pada hari Rabu, telah mempertahankan suku bunga kebijakannya pada tingkat tertinggi dalam satu dekade, yaitu 2,5%, dengan alasan mengantisipasi peningkatan pariwisata dan belanja tahun ini.
Bagi Srettha, mantan raja real estat yang juga menjabat sebagai menteri keuangan, dompet digital adalah inti dari upaya partai Pheu Thai untuk meningkatkan nasib Thailand setelah partai tersebut menempati posisi kedua dalam pemilu tahun lalu.
Pheu Thai meninggalkan koalisi yang sudah diantisipasi dengan Move Forward, yang merupakan pemenang utama, karena janji Move Forward untuk mereformasi militer dan monarki Thailand.
Sebaliknya, mereka malah membuat kesepakatan dengan musuh-musuhnya Move Forward yang didukung militer yang telah memerintah negara itu sejak kudeta pada tahun 2014.
"Srettha berkuasa dan menjanjikan pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat, sehingga sampai batas tertentu legitimasi pemerintahannya bergantung pada keberhasilannya atau keberuntungannya," tambah Mumford.
"Dompet digital adalah kebijakan andalannya untuk mencapai hal tersebut," ujarnya.
Namun peluncuran bansos dompet digital ini diganggu oleh pertanyaan tentang bagaimana cara membayarnya dan peluncurannya. Diketahui, peluncuran awalnya dijadwalkan pada bulan Februari, namun telah diundur ke bulan Mei atau lebih.
Kritikus berpendapat bahwa suntikan fiskal yang besar seperti dompet digital ini adalah tindakan yang tidak bertanggung jawab. DBS, bank asal Singapura, memperkirakan bahwa pendanaan bantuan digital melalui pinjaman dapat mendorong defisit pemerintah hingga lebih dari 5% pada tahun fiskal 2024.
Srettha mengulangi seruannya kepada bank sentral untuk menurunkan suku bunga pada hari Selasa, dengan mengatakan pemotongan sebesar 0,25 poin persentase tidak akan memicu inflasi. Namun analis mengatakan bank sentral sudah dalam jalur yang tepat.
"Bank sentral yang juga bergulat dengan tantangan seperti utang rumah tangga yang meningkat hingga 90% dari produk domestik bruto tahun lalu telah bersikap preemtif dalam upaya untuk mengekang inflasi," kata Siddharth Mathur, kepala makro BNP Paribas.
Meski begitu, Fitch Ratings memperkirakan pertumbuhan tahun 2024 sebesar 3,8% bisa meningkat menjadi 4,5% bila ada dukungan dari dompet digital ini.
"Perekonomian Thailand belum sepenuhnya pulih dari guncangan pandemi tetapi saat ini dianggap berada pada titik terendahnya", kata analis Fitch George Xu.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Istana Bantah Keras Bansos Jokowi Jadi Alat Politik Pilpres 2024