Sebelum Gencarkan BBM dari Tebu, Pemerintah Mau Bereskan Isu Cukai!
Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan pemerintah akan menyelesaikan permasalahan cukai yang masih dikenakan pada produk bioetanol atau Bahan Bakar Nabati (BBN) berbasis tebu.
Direktur Bioenergi Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Edi Wibowo mengungkapkan, sebelum mengembangkan bioetanol lebih jauh lagi, pemerintah masih harus menyelesaikan permasalahan cukai bioetanol.
"Kita nanti masih ada aspek-aspek non teknis, terutama masalah bea cukainya kan harus diselesaikan dulu," ungkap Edi saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, dikutip Selasa (6/2/2024).
Dia pun mengakui, karena belum adanya insentif untuk bioetanol ini, maka BBN berbasis tebu ini dicampurkan dengan BBM non subsidi, seperti Pertamax (RON 92), terlebih dahulu.
"Kita berpikirnya karena kita tidak ada insentif, jadi kita campurkan nanti untuk yang JBU, termasuk RON 92 ke atas," tambah dia.
Adapun saat ini pencampuran bioetanol 5% (E5) dengan Pertamax (RON 92) sudah diimplementasikan sejak tahun 2023 lalu, yakni dijual dengan produk Pertamax Green 95 oleh PT Pertamina (Persero).
"Tapi kita karena masuknya bahan bakar umum jadi kan yang RON 95, jadi untuk Pertamax 95 tadi yang udah berlakukan seperti itu," tandasnya.
Sebelumnya, PT Pertamina Patra Niaga, Subholding Commercial & Trading Pertamina, meminta pemerintah untuk membebaskan cukai untuk bioetanol yang digunakan sebagai campuran Bahan Bakar Minyak (BBM).
Bioetanol itu sendiri merupakan pemrosesan pengolahan tumbuhan menjadi etanol yang bisa dicampur pada BBM, sehingga produk bensin menjadi lebih ramah lingkungan.
Seperti diketahui, Pertamina kini telah mencampurkan bioetanol 5% (E5), khususnya yang berasal dari tetes tebu (molase), ke dalam BBM Pertamax (RON 92), sehingga menghasilkan produk setara RON 95 atau Pertamax Green 95.
Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan mengakui bahwa harga bioetanol untuk campuran BBM masih terhitung tinggi. Saat ini pihaknya tengah mengkoordinasikan dengan Kementerian Keuangan untuk membebaskan cukai bioetanol. Pasalnya, produk bioetanol yang dihasilkan untuk bahan campuran BBM bukanlah untuk konsumsi dalam tubuh.
"Memang harga dasar dari etanol itu sendiri lebih tinggi justru dibandingkan dengan fuel. Tapi, memang ada beberapa upaya, salah satunya adalah koordinasi yang kami lakukan dengan Kementerian Keuangan untuk bisa mendapatkan fasilitas bebas cukai itu tadi, untuk yang fuel grade daripada etanol," jelas Riva kepada CNBC Indonesia dalam program Energy Corner, dikutip Rabu (6/12/2023).
Riva menjelaskan, pencampuran bioetanol dalam BBM juga merupakan dukungan perusahaan pada pemerintah untuk menjalankan swasembada gula. Hal itu seperti yang termuat di dalam peta jalan yang menjadi amanat Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Nabati (Biofuel).
"Juga menjadi perhatian dan juga menjadi tujuan kita, kita adalah mencoba align dengan tadi Perpres no. 40 (tahun 2023) untuk bisa mendukung pemerintah di dalam mencapai swasembada gula," tambahnya.
Jika bioetanol sebagai campuran BBM tersebut bisa bebas cukai, maka produksi BBM berkualitas yang ramah lingkungan bisa terus berlanjut.
(wia)