LPEM UI Soroti Emisi Karbon Melesat Naik di Akhir Era Jokowi

Hadijah Alaydrus, CNBC Indonesia
06 February 2024 11:36
Peresmian peletakan batu pertama (groundbreaking ceremony) untuk pembangunan Kampus Mohamed Bin Zayed College for Future Studies (MBZ CFS) di UNU Yogyakarta, (31/1/2024). (Dok. KBRI Abu Dhabi)
Foto: Peresmian peletakan batu pertama (groundbreaking ceremony) untuk pembangunan Kampus Mohamed Bin Zayed College for Future Studies (MBZ CFS) di UNU Yogyakarta, (31/1/2024). (Dok. KBRI Abu Dhabi)

Jakarta, CNBC Indonesia - Riset Lembaga Penyelidikan dan Ekonomi Masyarakat (LPEM) UI mengungkapkan emisi karbon (CO2) per kapita turun pada awal pemerintahan Presiden Jokowi. Namun, emisi karbon menunjukkan peningkatan pada tahun terakhir pemerintahannya.

"Sejak tahun 2016, emisi CO2 per kapita menunjukkan tren peningkatan. Pada akhir masa jabatan pertamanya, emisi CO2 mencapai 2,25 metrik ton per kapita, tertinggi dalam dua puluh tahun terakhir," ungkap LPEM UI dalam risetnya, dikutip Selasa (6/2/2024).

Secara lengkap, LPEM menyimpulkan tingkat penurunan tahunan pada masa pemerintahan Presiden Jokowi, baik periode pertama maupun kedua, relatif lebih tinggi dibandingkan masa pemerintahan lainnya, di era Presiden SBY dan Presiden Megawati.

Namun, LPEM menggarisbawahi rata-rata penurunan luas hutan pada periode pertama Presiden Jokowi sebesar 0,72%, tertinggi dalam lima pemerintahan terakhir. Data LPEM menunjukkan penurunan drastis luas hutan pada dari tahun ketiga Jokowi ke tahun keempatnya.

Sebagai catatan, Indonesia menargetkan emisi karbon nol pada 2060. Hal ini ditegaskan Jokowi dalam pidatonya di KTT Pemimpin Dunia tentang Perubahan Iklim (COP28) di Dubai, akhir tahun 2022.

Untuk menggolkan target ini, Indonesia ternyata membutuhkan anggaran yang sangat besar untuk bisa melakukan transisi dari energi kotor menuju energi bersih. Jumlahnya mencapai sekitar Rp 749 triliun per tahun.

Hal ini diungkap oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Menteri PPN/Kepala Bappenas) Suharso Monoarfa.

"Itu (Rp 794 triliun per tahun) adalah jumlah investasi yang dibutuhkan. Karena kita ingin mendorong pertumbuhan ekonomi sembari menekan emisi gas rumah kaca. Maka, diperlukan investasi yang cukup besar," ucapnya beberapa waktu lalu (18/10/2023).

Suharso menjelaskan, total Rp 794,6 triliun per tahun diperlukan untuk berbagai hal, termasuk biaya adopsi teknologi canggih yang diperlukan untuk mengeksekusi program transisi energi hijau.


(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Diramal Gagal Jadi Negara Maju, Kok Bisa?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular