Jelang Pilpres, AS Dorong Normalisasi Hubungan Arab Saudi-Israel
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Kerjaan Arab Saudi dilaporkan akan bersedia menerima komitmen politik dari Israel untuk membentuk negara Palestina, dibandingkan komitmen yang lebih mengikat.
Menurut tiga sumber yang dikutip Reuters, langkah ini dilakukan Arab Saudi sebagai upaya mendapatkan persetujuan pakta pertahanan dengan Washington sebelum pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) pada November 2024 mendatang.
Sebagai informasi, diplomasi yang dipimpin AS selama berbulan-bulan untuk membuat Arab Saudi menormalisasi hubungan dengan Israel dan mengakui negara tersebut untuk pertama kalinya menemui jalan buntu.
Riyadh pada Oktober 2023 membatalkan diplomasi dengan Israel tersebut akibat meningkatnya kemarahan Arab atas perang di Gaza.
"Namun Arab Saudi semakin ingin memperkuat keamanannya dan menangkal ancaman dari saingannya Iran sehingga kerajaan tersebut dapat terus maju dengan rencana ambisiusnya untuk mengubah perekonomiannya dan menarik investasi asing dalam jumlah besar," kata dua sumber regional.
Terkait hal ini, para pejabat Saudi telah mengatakan kepada rekan-rekan mereka di AS untuk menciptakan perundingan mengenai pengakuan Israel dan agar pakta AS kembali ke jalurnya.
"Mereka mengatakan Riyadh tidak akan memaksa Israel mengambil langkah nyata untuk membentuk negara Palestina dan sebaliknya akan menerima komitmen politik terhadap solusi dua negara," kata dua sumber senior regional kepada Reuters.
Kesepakatan regional yang besar seperti itu masih akan menghadapi banyak hambatan politik dan diplomatik, termasuk ketidakpastian mengenai bagaimana konflik Gaza akan berkembang. Sebagaimana diketahui, kesepakatan tersebut secara luas dipandang sebagai sebuah hal yang mustahil bahkan sebelum terjadinya perang Israel-Hamas.
Sebuah perjanjian yang memberikan perlindungan militer AS kepada eksportir minyak terbesar di dunia sebagai imbalan atas normalisasi dengan Israel akan membentuk kembali Timur Tengah dengan menyatukan dua musuh lama. Ini juga akan mengikat Riyadh dengan Washington pada saat China membuat terobosan di wilayah tersebut.
Kesepakatan normalisasi juga akan memperkuat pertahanan Israel terhadap musuh bebuyutannya, Iran, dan memberikan kemenangan diplomatis kepada Presiden AS Joe Biden menjelang pemilihan presiden pada 5 November mendatang.
Para pejabat Saudi secara pribadi mendesak Washington untuk menekan Israel agar mengakhiri perang Gaza dan berkomitmen pada "cakrawala politik" bagi negara Palestina. Menurut salah satu sumber regional, mereka mengatakan bahwa Riyadh kemudian akan menormalisasi hubungan dan membantu mendanai rekonstruksi Gaza
"Pesan dari kerajaan ini kepada Amerika adalah: 'Hentikan perang terlebih dahulu, ijinkan bantuan kemanusiaan dan berkomitmen terhadap solusi yang adil dan langgeng untuk memberikan Palestina sebuah negara'," kata Abdelaziz al-Sagher, kepala wadah pemikir Pusat Penelitian Teluk di Jeddah, yang mengetahui masalah tersebut. Tanpa itu, Arab Saudi tidak bisa berbuat apa-apa.
Masalahnya adalah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang menghabiskan sebagian besar karir politiknya menentang negara Palestina, telah menolak aspirasi AS dan Arab untuk mendirikan negara Palestina setelah perang Gaza selesai.
"Normalisasi benar-benar memerlukan - jika tidak secara hukum, setidaknya secara politik - komitmen dari Israel bahwa mereka terbuka terhadap solusi dua negara," kata salah satu sumber senior regional.
"Jika Israel menghentikan serangan militernya di Gaza - atau setidaknya mengumumkan gencatan senjata - hal ini akan memudahkan Arab Saudi untuk melanjutkan kesepakatan tersebut," kata orang tersebut.
Kantor komunikasi pemerintah Saudi tidak menanggapi permintaan komentar terkait masalah ini.
(dce)