Buruh Mulai Siap-siap, Ingin Sosok Capres Ini Jadi Pengganti Jokowi
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita mengungkapkan setidaknya ada empat isu yang tengah mengemuka di kalangan serikat buruh saat ini. Di mana yang paling utama, para buruh berharap presiden baru nantinya bisa merevisi UU Cipta Kerja atau Omnibus Law, utamanya di klaster ketenagakerjaan.
"4 tahun terakhir kan kita ini tidak nyaman bekerja gara-gara UU Omnibus Law, terutama di klaster ketenagakerjaan. Semua tahu bahwa dampak dari pelaksanaan klaster ketenagakerjaan itu.. bukan semua pasalnya yang jelek, tapi soal ketidakpastian kerja, outsourcing yang diperluas, sektoral yang hilang, dan kontrak yang terus berkelanjutan, sehingga mengakibatkan tidak mendapatkan pesangon sesuai yang diharapkan," kata Elly kepada CNBC Indonesia, Jumat (2/2/2024).
Kemudian, Elly juga berharap kepada presiden baru nantinya untuk memperluas jaminan sosial, terutama bagi pekerja informal.
"Karena pekerja informal ini kan tidak masuk regulasi, apakah mereka bisa dimasukkan ke ketenagakerjaan atau tidak," ujarnya.
Elly memberikan contoh, di mana para buruh informal yang bekerja di digital platform seperti ojek online, jika mereka mengalami kecelakaan mereka tidak ditanggung oleh perusahaan, para pengemudi ojek online harus membayar biaya pengobatannya sendiri.
"Ini yang kami minta calon presiden (capres) harus bicara tentang perluasan cakupan BPJS. Ketika pekerja ini kecelakaan atau meninggal, mereka harus mendapatkan santunan, dan bagaimana anak-anak mereka bisa melanjutkan sekolah dengan beasiswa yang ada di jaminan sosial ketenagakerjaan," tutur dia.
Isu yang juga disoroti serikat buruh, kata Elly, ialah penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di tempat kerja.
"Banyak sekali akhir-akhir ini, seperti pabrik yang terbakar lalu memakan korban. Artinya, K3 itu hanya slogan. Sudah berapa lama juga kita suarakan supaya ada penerapan dan pengawasan, serta perbaikan," ucap Elly.
Selanjutnya, menurut Elly, presiden ke depan juga harus mengedepankan peran pengawasan ketenagakerjaan. Lantaran, kata dia, banyak sekali ditemui pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha, seperti tidak membayarkan sesuai dengan upah minimum, buruh banyak yang di PHK, sampai dengan hak-hak buruh yang tidak terpenuhi.
"Kemudian kami juga menyoroti soal penerapan transisi energi, karena anggota kami banyak di pertambangan. Ketika mereka kehilangan pekerjaan ini, ke mana mereka melanjutkan hidup mereka? Apakah mereka memiliki akses untuk mendapatkan pekerjaan yang baru. Lalu bagaimana dengan perlindungan mereka sebelum mendapatkan pekerjaan," tuturnya.
Lebih lanjut, Elly juga menyoroti ihwal bagaimana formula pengupahan yang seakan tidak mengaktifkan kembali peran tripartit dan dewan pengupahan, yang mana seharusnya dari hasil survey atau riset yang telah dilakukan untuk menjadi masukan dan menjadi rekomendasi kepada pemerintah, justru malah tidak dilakukan.
"Sekarang itu kan ada rekomendasi tapi itu juga tidak dilakukan. Lalu kemudian kami setuju penerapan struktur dan skala upah. Jadi mereka dibayar tinggi dari kemampuan mereka, posisi mereka, keahlian mereka, dan lama mereka bekerja," pungkasnya.
(dce)