Australia Kalang Kabut Harga Nikel & Litium Anjlok, Gara-Gara RI?
Jakarta, CNBC Indonesia - Asosiasi Pertambangan Australia mengeluhkan harga nikel dan litium yang anjlok. Sehingga mereka menyerukan kredit pajak produksi baru dalam pertemuan dengan para menteri.
Dalam pertemuan itu para menteri senior menyerukan para penambang nikel dan litium untuk membatasi proyek dan meninjau tambang baru, sebagai respons terhadap kemerosotan harga global.
Perusahaan Pertambangan seperti BHP dan Core Lithium dan lainnya menghentikan proyek atau mengurangi pekerjanya, karena anjloknya harga nikel dan litium. Lemahnya harga dua komoditas ini disebabkan minimnya permintaan dari produsen kendaraan listrik dan meningkatnya pasokan nikel dari Indonesia.
Sebagai respons, Penjabat (Pj) CEO Asosiasi Perusahaan Pertambangan dan Eksplorasi (AMEC) Neil van Drunen mengatakan Australia harus memperkenalkan kredit pajak produksi (PTC) sebesar 10% bagi produsen hilir. Supaya bisa menyelamatkan lapangan kerja dan mempertahankan ambisi Australia menjadi pemain penting pada komoditas mineral kritis.
Van Drunen mengajukan permintaan itu dalam pertemuan meja bundar dengan para penambang lain yang diselenggarakan Menteri Sumber Daya Federal Australia Madeleine King dan mitra negara bagian di Australia Barat.
"Tidak ada yang salah dalam diskusi hari ini," kata Van Drunen dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Mining.com, Sabtu (27/1/2024).
"Jelas, tidak ada solusi yang tepat, dan dibutuhkan kombinasi inisiatif untuk menemukan jalan ke depan," sambungnya.
Van Drunen mengatakan PTC dapat memberlakukan pajak itu pada anggaran federal berikutnya di bulan Mei. Sehingga dapat mengirimkan pesan dukungan kuat pada industri, investor, dan pasar global.
AMEC juga merekomendasikan pemerintah untuk menunda royalti, menyediakan pendanaan infrastruktur bersama dan mereformasi proses persetujuan lingkungan hidup, dan beberapa perubahan lainnya.
Sedangkan Madeleine King, pada Senin lalu, mengatakan pemerintah mendukung sektor ini dan bertekad agar penambang Australia dapat bersaing dengan mineral yang lebih murah namun bermutu rendah yang diproduksi dengan cara yang kurang ramah lingkungan di luar negeri.
Sebagai informasi, harga nikel dunia jatuh mendekati posisi terendah dalam tiga tahun terakhir. Pelemahan terjadi di tengah isu berlebihnya pasokan nikel global yang berasal dari Indonesia.
Pada Senin (22/1/2024) harga nikel dunia kontrak tiga bulan tercatat sebesar US$ 16.036 per ton. Posisi tersebut merupakan yang terendah sejak April 2021. INSG memperkirakan harga nikel akan tetap berada di bawah tekanan dalam jangka pendek seiring dengan meningkatnya surplus di pasar global dan perlambatan ekonomi global.
Harga rata-rata nikel global menurut INSG sebesar US$ 16.600 per ton pada kuartal pertama dengan harga secara bertahap naik rata-rata US$ 16.813 per ton pada 2024.
Sebagai catatan harga akan tetap berada pada tingkat yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga rata-rata sebelum krisis nikel LME pada Maret 2022 karena peran nikel dalam transisi energi global.
Surplus pasar nikel global diperkirakan akan terus meningkat. Pada 2024 surplus pasokan nikel akan bertambah menjadi 239.000 metrik ton, berdasarkan perkiraan INSG. Kondisi kelebihan pasokan tersebut terjadi selama tiga tahun berturut-turut dan surplus pada 2024 akan menjadi yang terbesar. Mereka memperkirakan produksi global akan meningkat menjadi 3,71 juta ton pada tahun 2024 dari 3,42 juta ton pada tahun 2023 karena produksi nikel pig iron (NPI) Indonesia terus meningkat.
(emy/wur)