Cadangan Nikel Disebut Sekarat, Bahlil: Siapa Yang Bilang?
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia membantah cadangan nikel akan habis dalam beberapa tahun mendatang. Mengingat, masih ada beberapa areal lahan mengandung nikel yang belum digarap.
Bahlil menyebut cadangan nikel yang akan habis dalam waktu 10 tahun mendatang hanya bersumber dari areal tambang yang sudah berproduksi. Sementara masih ada beberapa areal yang belum dieksplorasi.
"Kalau kita ekspor saja, emang kita gak gali itu tambang, jadi jangan pikir. Siapa yang bilang nikel habis? Itu karena kita gak bisa katakan ini habis kalau belum dieksplorasi. Yang sudah tereksplorasi mungkin cuma 10 tahun tapi yang belum tidak diketahui," ujar Bahlil dalam konferensi pers, Rabu (24/1/2024).
Berdasarkan catatannya, lahan yang mengandung nikel masih banyak untuk digarap, seperti yang ada di Papua hingga Maluku. Apalagi pemerintah juga baru saja mencabut ratusan Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel, yang apabila hal itu dilakukan eksplorasi lebih lanjut, potensinya cukup menjanjikan.
Di samping itu, nikel saat ini menjadi salah satu komponen penting pada baterai kendaraan listrik. Hal itu pun membuat pabrikan baterai dunia seperti Contemporary Amperex Technology Co Ltd (CATL) dan LG Energy Solution Ltd (LGES) melakukan investasinya di Indonesia.
"Jadi kalau kita bangun ekosistem baterai mobil, kita bangun langsung recycle jadi baterai yang sudah jadi sampah bisa kita lakukan ulang dan itu investasi CATL dan LG ada recyclenya," kata Bahlil.
Sebagaimana diketahui, rencana Kementerian ESDM untuk memberlakukan moratorium pembangunan smelter nikel baru beberapa waktu lalu terus mencuat. Hal tersebut menyusul dengan membludaknya keberadaan smelter nikel yang ada di Indonesia.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Pengembangan Industri sektor ESDM Agus Tjahajana Wirakusumah mengatakan moratorium smelter nikel baru nantinya hanya akan menyasar pada smelter berteknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF).
"Itu sekarang jumlahnya sudah sangat banyak, dari data kami jumlah udah hampir 97 proyek ya. Jadi ya tentu kita harus pertimbangkan segitu banyak apakah ada cadangan atau enggak ya," kata dia dalam acara Mining Zone CNBC Indonesia, dikutip Rabu (23/8/2023).
Meski begitu, Agus memastikan pemerintah akan tetap membuka pembangunan smelter baru untuk jenis lainnya. Misalnya smelter nikel dengan teknologi hidrometalurgi atau yang dikenal dengan smelter High Pressure Acid Leaching (HPAL) untuk bahan baku baterai kendaraan listrik.
"Tidak diartikan bahwa seluruh smelter ditutup yang dihimbau oleh Pak Menteri adalah yang pirometalurgi tapi tidak hidrometalurgi. Hidrometalurgi kita tetap masih terbuka untuk itu," katanya.
Ia pun memperkirakan daya tahan cadangan nikel Indonesia hanya berada pada kisaran 10-15 tahun saja. Oleh sebab itu, kegiatan eksplorasi untuk mendapatkan cadangan baru penting untuk segera dilakukan.
"Tadi sudah disampaikan bahwa cadangan diperkirakan antara 10 sampai 15 tahun hitungan dari Minerba mungkin 13 tahun lah pertengahan. Kira-kira seperti itu, itu yang harus kita lihat," tambah Agus.
(dce)