
Tim Sukses Ganjar-Mahfud Ungkap 3 Jurus RI Bebas Darurat Pangan

Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam upaya mengevaluasi kebijakan importasi pada komoditas pangan, Tim Pemenangan Nasional (TPN) pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 3, Ganjar Mahfud menilai evaluasi kebijakan impor pangan perlu dilihat secara sistem, dan minimal ada tiga subsistem yang harus diperhatikan.
"Pasangan Ganjar dan Mahfud memandang bahwa pangan adalah kehidupan dari sebuah bangsa, karena merupakan dari 5 kebutuhan dasar pokok, yang paling hakiki adalah pangan itu. You are what you eat-kan dan fakta empiris bahwa seluruh bangsa yang kurang pangan, kurang gizi, sudah lost generation. Karena itu kami mengusung tema kedaulatan pangan, maka kalau bicara mengenai kasus impor, kita akan terus terombang-ambing karena melihatnya tidak secara sistem," kata Dewan Pakar TPN Ganjar-Mahfud Rokhmin Dahuri dalam Your Money Your Vote CNBC Indonesia, Kamis (18/1/2024).
"Jadi kalau mau mengevaluasi kebijakan impor itu benar atau tidak, kita harus melihatnya secara sistem, dan minimal ada 3 subsistem yang harus kita perhatikan," lanjutnya.
Pertama, dari subsistem produksi. Dia mengatakan, upaya Ganjar-Mahfud dan tim adalah bagaimana meningkatkan produksi sesuai dengan batas-batas kelestarian, dan pihaknya menempuh tiga jalur, yang terutama adalah tim paslon 3 ini memiliki data di mana saja lahan-lahan yang cocok untuk setiap komoditas pertanian.
Kedua, dari subsistem konsumsi dan demand. Menurutnya, perlu dilakukan peningkatan produktivitas, karena perlu diakui meskipun pemerintah Indonesia sudah bekerja sangat keras, namun fakta di lapangan produktivitas pertanian Indonesia jika dibandingkan dengan Thailand dan Vietnam itu masih jauh di bawah.
"Dalam hal produksi kita juga diversifikasi komoditas, karena itu terkait dengan konsumsi. Bayangin kita itu bangsa konsumsi beras terbesar di dunia. Rata-rata kalo nggak salah 98 kg per kapita, sedangkan rata-rata dunia itu hanya 48 kg per kapita. Dan penelitian litbang Kementerian Kesehatan menilai makan beras yang paling sehat itu maksimum 60 kg per orang per tahun," ujarnya.
Jadi, lanjut dia, apapun upaya dari pemerintah dalam meningkatkan produksi beras tanpa ada perubahan signifikan dari pola konsumsi itu akan percuma.
"Konsumsi beras (yang berlebihan itu) akan menggerogoti ketahanan pangan dan penyakit diabetes pun prevalensi paling rentan di Indonesia," tukas dia.
![]() Your Money Your Vote. (CNBC Indonesia) |
Kemudian yang ketiga, dari subsistem logistik dan distribusi. Karena Indonesia termasuk negara kepulauan, menurutnya, subsistem distribusi perlu dibenahi. "Karena acapkali susah untuk mendistribusikan. Misal di Sulawesi Selatan, Jawa Barat surplus tapi di Kepulauan Riau, NTT itu minus. Jadi harus dibenahi.
Apabila tiga subsistem ini dievaluasi dan dibenahi, menurutnya, permasalahan dari sisi produksi, konsumsi, sampai dengan distribusi itu akan selesai.
"Dalam hal impor, kalau misal faktanya itu kurang beras, ya kita jangan seperti bangsa pemadam kebakaran. Bahwa produksi turun sejak 2018 kan itu sudah happening, harusnya kan diantisipasi dengan cara kami. Dengan ekstensifikasi, diversifikasi, dan meningkatkan produktivitas. Apalagi sekarang dengan teknologi smart agriculture dan seterusnya dimungkinkan untuk meningkatkan produktivitas pertanian untuk komoditas apapun," pungkasnya.
(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Hasil Survei Terbaru Capres 2024: Prabowo Vs Anies Vs Ganjar
