
Ombudsman RI: Aturan Wajib Tanam Bawang Putih Terbukti Gagal

Jakarta, CNBC Indonesia - Ombudsman RI menyebut, kebijakan mewajibkan importir bawang putih menanam bawang putih sebagai kompensasi atas izin yang diperoleh adalah kebijakan yang gagal. Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengatakan hal itu berdasarkan hasil pemeriksaan dan pengawasan yang dilakukan Ombudsman RI terkait kebijakan tersebut.
Menurutnya, dari hasil keterangan pelapor dan hasil pemantauan lapangan beserta data-data pendukung, maka Ombudsman RI menilai kebijakan RIPH dan wajib tanam ini gagal.
"Yang saya sampaikan itu adalah data-data yang kami kumpulkan dari berbagai temuan kami, maka data ini data BPS, BPS itu sakti, nggak bisa datanya disalahkan. Jadi sudah jelas wajib tanam itu gagal, ya kalau gagal evaluasi dong di mana letak kegagalannya. Nah ini salah satu bukti dari wajib tanam yang gagal," kaya Yeka dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (16/1/2024).
Sebagaimana diketahui, Kementerian Pertanian (Kementan) menetapkan syarat wajib tanam 5% dari pengajuan impor. Yeka menilai penerapan 5% ini pun juga ambigu. "Dari pengajuan impor dari mana? Dari RIPH atau dari SPI (Surat Persetujuan Impor)? 5%-nya ternyata dari RIPH bukan SPI ya," ujarnya.
"Ini aneh juga, RIPH Itu baru rencana sebetulnya. Jadi kalau ada perusahaan mengajukan mendapatkan RIPH, misalnya boleh direkomendasikan mengimpor 5.000 ton belum tentu Kementerian Perdagangan memberikan izin impor sebesar 5.000 ton, baru rencana. Masa kewajiban didasarkan pada rencana. Kewajiban itu harus didasarkan pada realisasi mestinya. Nah ini juga persoalan dari wajib tanam yang nanti kami akan Perdalam," tukasnya.
Untuk diketahui, dari hasil temuan dan investigasi yang dilakukan Ombudsman RI selama 2 bulan kemarin, terdapat 4 potensi maladministrasi di lingkungan Kementan yang secara satu-persatu perlu didalami, diantaranya potensi maladministrasi berupa tidak memberikan layanan, potensi maladministrasi berupa penundaan berlarut, potensi maladministrasi berupa tidak kompeten, dan potensi maladministrasi penyalahgunaan wewenang.
"Semoga sebelum Pemilu selesai ini kita update. Jadi minggu depan saya akan berikan update terkait dengan pemeriksaan yang hari ini, besok, dan lusa 16-18 Januari 2024," cetus Yeka.
Periksa Pejabat Kementan
Yeka mengungkapkan, pihaknya akan memanggil dan memeriksa sejumlah pejabat di lingkungan Kementan menyusul adanya dugaan maladministrasi dalam penerbitan RIPH dan wajib tanam.
Dia pun membeberkan deretan pejabat Kementan yang akan mulai dipanggil hari ini, Selasa (16/1/2024) hingga Kamis (18/1/2024) nanti. Adapun pejabat-pejabat Kementan yang akan dipanggil Ombudsman RI merupakan pejabat yang ada di dalam Direktorat Jenderal Hortikultura Kementan, di mana selaku pihak yang didelegasikan untuk menerbitkan RIPH berdasarkan pasal 4 Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) 39 Nomor 39 Tahun 2019 tentang RIPH.
"Maka dari kurun hari ini (16 Januari 2024) sampai tanggal 18 Januari 2024 kami akan melakukan pemeriksaan maraton. Nanti siang yang akan diperiksa adalah Direktorat Jenderal Hortikultura Kementan," ungkapnya.
Selanjutnya, pada 17 Januari besok, Ombudsman RI akan melanjutkan pemeriksaan terhadap dua pihak, yaitu Sekretaris Jenderal Ditjen Hortikultura dan Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Holtikultura Ditjen Hortikultura.
"Selaku pihak yang melakukan proses verifikasi dan validasi persyaratan teknis permohonan RIPH berdasarkan pasal 19 Permentan 39 Nomor 39 tahun 2019 tentang RIPH," kata Yeka.
Kemudian pada Kamis, 18 Januari 2024 akan dilakukan pemeriksaan kepada Direktur Perlindungan Hortikultura Ditjen Hortikultura, selaku pihak yang diamanatkan melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang perlindungan hortikultura berdasarkan pasal 118 Permentan Nomor 19 tahun 2019 tentang Struktural Organisasi dan Tata Kelola (SOTK) Kementerian Pertanian.
(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Maladministrasi Impor Bawang Putih Rugikan Warga RI Rp4,5 T
