Menkeu Era SBY Ingatkan RI Jangan Abaikan Kelas Menengah

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
13 January 2024 15:30
Ekonom Senior, M. Chatib Basri dalam Seminar Nasional Outlook Perekonomian Indonesia 2024 dengan tema
Foto: Ekonom Senior, M. Chatib Basri dalam Seminar Nasional Outlook Perekonomian Indonesia 2024 dengan tema "Optimisme Penguatan Ekonomi Nasional di Tengah Dinamika Global" di Hotel The St. Regis pada Jumat (22/12/2023). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Mantan Menteri Keuangan RI 2013-2014 Chatib Basri mengungkapkan pemerintah tidak boleh abai terhadap nasib masyarakat kelas menengah di Indonesia.

Chatib basri mengatakan hal itu sebuah pelajaran yang dia dapatkan usai bertemu dengan Mantan Presiden Chile Veronica Michelle Bachelet pada September 2023 lalu.

"Bachelet menceritakan bagaimana kinerja ekonomi Chile yang amat mengesankan. Chile adalah sebuah negara di Latin Amerika dengan income per kapita ter tinggi. Chile adalah sebuah negara dengan human development index terbaik di Latin Amerika. Bahkan Chile mampu menurunkan tingkat kemiskinan dari 53% menjadi 6%, sangat mengesankan," ungkapnya dalam akun Instagram pribadinya @chatibbasri, Sabtu (13/1/2024).

Menteri Keuangan era Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu mengatakan, ironisnya ditengah kinerja ekonomi yang hebat Chile pada Oktober 2019, terjadi unjuk rasa besar, yang nyaris menimbulkan revolusi. Hal itu lantaran terabaikannya masyarakat kelas menengah.

"Fenomena ini dikenal sebagai the Chilean Paradox. Sebastian Edwards, dari UCLA menyebut salah satu alasan penjelasnya adalah terabaikannya kelas menengah," tambah dia.

Dia mengatakan hal itu tentu memiliki relevansi dengan Indonesia untuk bisa memetik pelajaran dari kejadian yang sudah dialami oleh Chile.

Chatib menjelaskan Indonesia perlu memikirkan perluasan perlindungan sosial untuk kelas menengah dan perbaikan jasa publik, tata kelola pemerintahan yang bersih dan juga soal keadilan.

"Saya menyebut kelas ini sebagai "Professional complainers". Issue kelas menengah ini akan semakin relevan untuk Indonesia," imbuhnya.

Dia juga menjabarkan studi yang dilakukan oleh Dartanto dan Can (2023) menunjukkan bagaimana dalam periode 2019-2022 manfaat dari kebijakan atau program pemerintah terfokus pada 20% persen kelompok terbawah dan 10% kelompok teratas.

"Tetapi melupakan kelompok kelas menengah (persentil 40-80%). Bahkan kelompok persentil 60%-80% mengalami pertumbuhan ekonomi negatif," tambah Chatib.

Dia menilai masyarakat kelas menengah tidak merasakan dampak apapun dari pertumbuhan ekonomi yang pesat. Hal itu lantaran masyarakat kelas menegah tidak berhak mendapatkan bantuan sosial karena tidak miskin. Namun di saat yang sama, kelas menengah tidak menikmati pertumbuhan ekonomi seperti kelas pendapatan atas.

"Kemudian terdapat gap atas ekspektasi dengan realita dimana kemajuan yang terjadi dianggap tidak ksesuai dengan ekspektasi kelas menengah," tandasnya.

Dengan begitu, dia menilai perlu adanya peningkatan kualitas pelayanan jasa publik yang lebih baik dan tata kelola pemerintahan yang lebih baik pula. Hal itu seperti yang akan dituntut oleh masyarakat seiring dengan meningkatnya pendapatan per kapita sebubah negara.

"Pertumbuhan ekonomi akan mendorong munculnya kelas konsumen baru yang membawa implikasi ekonomi dan politik. Kelas konsumen baru -yang cerewet, kritis- dengan pendapatan yang lebih baik akan menuntut kualitas pelayanan jasa publik yang lebih baik, keadilan, tata kelola pemerintahan yang lebih baik," jelasnya.


(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kelas Menengah RI 'Mantab', Chatib Basri Singgung Kisah Chile

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular