Gak Bisa Bisnis Biasa, RI Kudu Lakukan Ini Supaya Produksi Minyak Naik

Verda Nano Setiawan, CNBC Indonesia
Selasa, 09/01/2024 13:35 WIB
Foto: Pompa angguk Wilayah Kerja (WK) Rokan PT Pertamina Hulu Rokan (PHR). (CNBC Indonesia/Pratama Guitarra)

Jakarta, CNBC Indonesia - Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto menilai untuk menggenjot produksi migas nasional tidak bisa jika hanya melakukan kerja dengan pendekatan biasa atau Business as Usual.

Djoko menilai tercapainya target produksi Migas setidaknya tidak terlepas dari 4 faktor. Selain dari business as usual, terdapat faktor lain seperti eksplorasi, Reserve to Production (RtoP), dan penerapan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR).

Hanya saja saat ini yang baru dimaksimalkan untuk dilakukan adalah business as usual. Sehingga produksi di sumur-sumur yang sudah ada ini cukup sulit terkerek naik.


"Jadi harus paralel ya business as usual, work over, well service, juga eksplorasi. Dana kita sudah siapkan dan setiap tahun juga kita lihat itu belasan miliar dolar itu kemudian di RtoP satu lagi EOR. Jadi tidak hanya 1 eksplorasi saja atau business as usual saja ini nggak akan bisa naik produksinya," kata Djoko dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, Selasa (9/1/2024).

Berbeda dengan Arab Saudi, Djoko membeberkan penemuan cadangan minyak melalui kegiatan eksplorasi di Indonesia mempunyai tingkat risiko yang cukup tinggi yakni 1:10. Artinya, profitabilitas untuk menaikkan produksi minyak hanya 10%.

"Kalau yakin eksplorasi selalu menemukan minyak semua orang akan ngebor. Karena ini resikonya tinggi penemuan minyaknya juga sangat apa ya. Jadi nggak bisa hanya itu tok. Jadi dana yang ada bisa dibagi," ujarnya.

Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat produksi minyak siap jual atau lifting minyak Indonesia hanya 607 ribu barel per hari (bph) pada 2023. Realisasi tersebut masih jauh dari target yang ditetapkan sebesar 660 ribu bph.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tak hanya target lifting minyak yang meleset, tapi juga lifting gas yang hanya 964 ribu barel oil equivalent per day (BOEPD) pada 2023. Angka itu di bawah target sebesar 1,1 juta BOEPD.

"Lifting minyak dan gas semua di bawah asumsi 2023 maupun realisasi 2022. Jadi kalau lihat lifting minyak 607 ribu barel lebih rendah dari asumsi 660 ribu bph dan realisasi 612 ribu bph (sepanjang 2022). Lifting gas 964 ribu BOEPD, lebih rendah dari asumsi 1,1 juta BOEPD," ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita di Gedung Djuanda, Kementerian Keuangan, dikutip Rabu (2/1/2024).

Sementara, Sri Mulyani mengatakan harga minyak mentah dunia tercatat US$ 78,43 per barel pada 2023. Realisasi tersebut lebih rendah dari asumsi pemerintah yang ditetapkan sebesar US$ 90 per barel sepanjang 2023.

"Ini meski OPEC sudah memutus untuk mengurangi produksi, tapi karena lingkungan global melemah dan banyak muncul alternatif renewable tekanan jadi tidak mudah," jelas Sri Mulyani.


(pgr/pgr)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Bahlil Siapkan Gebrakan Menuju Produksi Minyak 1 Juta Bph