Inflasi Diramal Aman, Daya Beli Orang RI Bisa Makin Kuat!
Jakarta, CNBC Indonesia - Berbagai lembaga internasional memperkirakan, inflasi di Indonesia akan terus terjaga stabil hingga 2024. Meski di tengah ancaman fenomena El-Nino yang mengganggu produksi pangan serta masih bergejolaknya harga-harga komoditas.
World Bank misalnya, memperkirakan inflasi Indonesia akan menurun menjadi 3,2% pada 2024 dari rata-rata 3,7% pada tahun ini. Menurut World Bank, turunnya inflasi mencerminkan melemahnya harga komoditas serta tingkat pertumbuhan permintaan domestik yang kembali ke tingkat normal setelah pemulihan pasca pandemi.
"Pada saat yang sama, terdapat tekanan kenaikan pada harga pangan akibat dampak pola cuaca El-Niňo, yang dapat mengganggu produksi pangan di beberapa tempat," dikutip dari Indonesia Economic Prospects edisi Desember 2023, Kamis (21/12/2023).
Selain World Bank, ADB juga memperkirakan inflasi Indonesia pada 2024 terkendali sebesar 3%, turun dari 2023 sebesar 3,6%, sedangkan IMF memperkirakan sebesar 2,5% dari tahun ini 3,6%.
Pemerintah Indonesia pun percaya diri inflasi akan mampu terkendali di bawah 3%, yakni di level 2,8%, sebagaimana ditetapkan dalam asumsi makro APBN 2024. Meski begitu, pemerintah turut mengakui efek El Nino tahun depan berpotensi mengganggu upaya pengendalian inflasi.
Makanya, untuk mengantisipasi hal itu, pemerintah juga mengalokasikan anggaran sebesar Rp108,8 triliun untuk ketahanan pangan dalam APBN 2024 yang terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp89,6 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp19,2 triliun.
"Dan kita juga berikan APBN, dana untuk Bulog dan Bapanas untuk stabilisasi harga pangan, terutama saat masa-masa rawan akibat perubahan iklim seperti el nino," kata Sri Mulyani saat konferensi pers APBN September lalu.
Bank Indonesia juga telah mematok target inflasi tahun depan di kisaran 1,5% sampai dengan 3,5%, turun dari sasaran inflasi pada tahun ini sebesar 2%-4%. Meskipun potensi inflasi akan menyentuh batas atas di level 3,2% pada tahun depan karena tekanan harga energi dan pangan global akibat konflik Ukraina-Rusia serta Israel-Palestina, dan el-nino.
"Kami perkirakan tahun depan juga masih akan terkendali meskipun agak sedikit meningkat karena memang harga energi dan pangan global, tapi masih terkendali dalam kisaran 2,5% plus minus 1%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo saat rapat kerja dengan Komisi XI November lalu.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga sebelumnya telah menekankan bahwa el nino akan menjadi tantangan tersendiri yang memengaruhi inflasi domestik. Ia mengatakan, efek el nino yang menyebabkan cuaca panas berkepanjangan memiliki jeda pengaruh ke inflasi, sehingga mulai terasa tahun depan.
"Khususnya untuk beras, dari puncak el nino, akan meningkat 6 sampai dengan 9 bulan. Sehingga ada kemungkinan tren inflasi memuncak di pertengahan tahun depan. Karena kan ada penyesuaian waktu dari puncak El Nino kepada inflasi pangan itu sendiri," kata Josua.
Meski inflasi umum dan inti terkendali, sebetulnya momok inflasi pangan masih tinggi, dan mengancam daya beli masyarakat Indonesia. Tergambar dari landainya tingkat belanja masyarakat, bahkan saat periode menjelang Lebaran atau Idul Fitri 2023, sebagaimana data yang tercatat dalam Mandiri Spending Index (MSI) April 2023.
Indeks nilai belanja masyarakat pada awal April tercatat 136,4 sementara frekuensi orang berbelanja sebesar 160,5. Nilai belanja ini hanya naik 4,2% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sedangkan pada akhir 2021 tumbuhnya 19%. Padahal, mobilitas masyarakat sudah jauh lebih longgar ketimbang saat pandemi.
"Jadi kita harus fair juga BI berhasil dari situ, pemerintah tangani inflasi berhasil, tapi kita akan berhadapan dengan purchasing power mulai melemah terutama di kuartal II, III, dan IV, makanya saya bilang growth kita akan slowdown, kita gak mungkin setinggi 5% lagi," tegas mantan menteri keuangan dan ekonom senior Indonesia Chatib Basri.
Hingga November 2023, inflasi pangan sudah jauh terbang di atas inflasi umum. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan itu inflasi bahan pangan bergejolak atau volatile food sudah mencapai 7,59%, naik dari Oktober yang sudah tinggi di level 5,54%. Inflasi umum hanya 2,86% naik sedikit dari Oktober yang sebesar 2,56%.
Mantan Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati pun telah menegaskan, tekanan daya beli terhadap kelas menengah ke bawah disebabkan tekanan inflasi bahan pangan atau volatile food yang terus meninggi saat ini akibat efek berkepanjangan El-Nino, dan masuknya masa tanam di Indonesia. Ini pun berpotensi berlanjut hingga tahun depan.
"Konsumsi mobil, rumah itu mulai turun, karena golongan menengah pendapatannya kena inflasi, jadi real income-nya turun, sehingga pengaruhnya adalah daya belinya," ujar Anny.
Tekanan daya beli ini juga dipengaruhi oleh pendapatan masyarakat yang stagnan. Oleh sebab itu, kalangan ekonom memperkirakan tingkat konsumsi rumah tangga dalam pertumbuhan ekonomi pada 2024 akan tertekan inflasi. Berujung lemahnya pertumbuhan ekonomi pada tahun depan.
Pemicunya ialah kenaikan upah minimum provinsi (UMP) pada 2024 yang telah diumumkan pemerintah daerah rata-rata naik jauh di bawah 5%, atau bahkan setara dengan target inflasi 2024 sebesar 1,5%-3,5%.
"Artinya pendapatan masyarakat itu enggak akan mendorong katakan kenaikan konsumsi, karena 3% sudah kemakan inflasi, jadi enggak cukup," kata Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad kepada CNBC Indonesia.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyatakan hal serupa. Dia menilai, sulit bagi perekonomian Indonesia untuk tumbuh 5% pada 2024 karena stimulus upah yang terlalu rendah kenaikannya untuk tahun depan.
"Kenaikan UMP rata rata nasional masih terlalu kecil, idealnya diatas 10% melihat tekanan inflasi pangan yang cukup berisiko menggerus daya beli," ujar Bhima.
Di tengah pernyataan pemerintah yang menganggap tekanan ekonomi global masih akan berat pada 2024, Bhima menganggap menjaga daya beli pekerja merupakan kunci agar tahun depan ekonomi bisa lebih tahan hadapi guncangan. Karena konsumsi rumah tangga masih jadi motor pertumbuhan ekonomi yang akan diandalkan pada 2024.
Struktur pertumbuhan ekonomi Indonesia pun masih didominasi oleh konsumsi rumah tangga yang porsinya sebesar 52,62%, diikuti investasi yang hanya 29,68% porsinya, lalu ekspor sebesar 21,26%, dan konsumsi pemerintah 7,16%.
"Kalau naiknya upah di bawah 5%, buruh mana bisa hadapi inflasi, belum pentingnya soal kontribusi pekerja agar menikmati bagian pertumbuhan ekonomi.," kata Bhima.
Pemerintah akan menggelar acara Outlook Perekonomian Indonesia 2024 akhir pekan ini, Jumat (22/12/2023). Agenda penghujung tahun itu digelar oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan dihadiri Presiden Joko Widodo beserta jajaran menteri ekonominya. Para pakar dan ahli di bidang ekonomi pun turut dihadirkan.
Ada banyak hal yang akan dibahas dalam acara tersebut, mulai dari proyeksi ekonomi global dan domestik tahun depan, strategi kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, hingga sinergi kebijakan fiskal, moneter, dan sektor keuangan untuk menjaga ketahanan ekonomi Indonesia di tengah dinamika global.
(mij/mij)