Tarif Parkir Jakarta Mau Naik, Pengusaha Hotel Sindir Begini

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
11 December 2023 14:10
Pengunjung memarkir kendaraan roda dua di Stasiun KA Kalibata, Jakarta, Jumat, (8/12/2023). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Pengunjung memarkir kendaraan roda dua di Stasiun KA Kalibata, Jakarta, Jumat, (8/12/2023). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kalangan pengusaha hotel mengkritisi rencana DPR yang bakal mengesahkan Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ). Di dalamnya mengatur sejumlah regulasi, termasuk batas maksimal kenaikan tarif pajak parkir dari 20% menjadi 25%.

Sekretaris Jenderal Persatuan dan Hotel Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran justru menilai banyak hal lain yang bisa dioptimalkan dalam pendapatan daerah dibanding menaikkan tarif pajak yang sudah ada.

"Kita harap pemerintah jangan selalu melihat dari pajak, justru pajak yang belum ada itu dikejar, bukan pajak ada dinaikkan terus, sementara penerapan implementasi pajak belum maksimal misalnya parkir di pinggir jalan, yang sudah tertib terapkan retribusi penerimaan pajak ini dinaikkan terus, tapi parkir di pinggir jalan belum bisa ditertibkan gimana pemerintah kejar pajaknya," katanya kepada CNBC Indonesia, Selasa (11/12/2023).

Jika parkir liar bisa ditertibkan tentu penerimaan dari pemerintah daerah bisa lebih besar lagi dari yang sudah ada saat ini. Dampaknya semua orang bakal parkir pada tempatnya dan retribusi meningkat. Bukan sebaliknya, menaikkan pajak bagi yang sudah legal.

"Kelemahan pemerintah dalam pengawasan implementasi penarikan pajak itu tidak pernah diangkat, kecuali pemerintah bisa menertibkan, tidak ada lagi parkir yang bisa dilakukan tanpa memungut bayaran," sebut Maulana.

"Faktanya banyak dari kita menemukan parkir sembarangan, ngga ada pajaknya, coba pungutin semua pajak yang akan mereka dapat. Yang sudah patuh terhadap pajak terkena justru imbasnya, kepatuhan pajak itu dilihat oleh pengawasan bukan hanya naikkan terus retribusi, akhirnya ada satu titik jenuh kita ngga punya daya saing," lanjutnya.

Sebaliknya masyarakat dan pelaku usaha yang sudah taat pajak yang menjadi sasaran pemerintah dalam meningkatkan kenaikan pajak. Sebaliknya, wilayah yang seharusnya terkena pajak justru bebas dari kewajiban tersebut.

"Kalau tertib, lalu ada kenaikan tarif masih bisa terima lah. Tapi ini kesenjangan makin meningkat yang harusnya dapat tourism tapi kita ga dapat karena semua apa-apa mahal. Pajak hiburan 75%, akhirnya nanti rentang 25-75%, itu yang dipakai pasti 75, itu udah pengalaman bertahun-tahun," sebut Maulana.


(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sah! Mulai 1 Oktober Tarif Parkir di DKI Jakarta Bakal Naik

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular