Dunia Lagi Perang Dingin, Sri Mulyani Susun Amunisi!
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menggambarkan dunia kini seperti saat kondisi Perang Dingin atau Cold War pada periode 1947-1991. Prinsip multilateralisme sudah tergantikan dengan prinsip proteksionisme.
Perang perdagangan menurutnya kian mengerucut, menyebabkan banyak negara kini membatasi perdagangan barang dan jasa serta investasi hanya untuk kepentingan negara masing-masing ataupun negara mitra terdekatnya saja.
"Nasionalisme yang meningkat di banyak negara juga menciptakan apa yang kita sebut sebagai ancaman terhadap masa depan multilateralisme," kata Sri Mulyani dalam acara The 12th Annual International Forum on Economic Development and Public Policy (AIFED) di Bali, Rabu (6/12/2023).
Kondisi itu pun turut mempengaruhi arah kebijakan fiskal masing-masing negaranya, yang digunakan untuk memenuhi kepentingan para pemilih mereka. Sri Mulyani berpendapat, fenomena ini menjadi salah satu penyebab tekanan fiskal di banyak negara.
Tingkat defisit anggaran diperlebar untuk mengantisipasi permasalahan global itu, termasuk untuk merespons tensi geopolitik yang memanas, menyebabkan tingkat utang global juga semakin tinggi pada saat tingkat suku bunga acuan global tengah tinggi. Seperti di AS yang telah naik 500 basis points dan eropa 400 basis points dari kondisi normal yang kerap di level mendekati nol.
"Fragmentasi global yang menimbulkan meningkatnya nasionalisme dan populisme tentunya akan memberikan tekanan yang sangat besar pada instrumen fiskal, karena pada akhirnya fiskal, yaitu anggaran, adalah cerminan aspirasi masyarakat. Jadi, sentimen terhadap nasionalisme dan populisme pasti akan disalurkan ke dalam kebijakan fiskal," tegasnya.
Meski begitu, Indonesia menurutnya tidak akan mengambil langkah tersebut. Kementerian Keuangan akan terus memastikan APBN sebagai instrumen fiskal berperan sesuai amanat undang-undang, untuk memastikan perdamaian dunia terjadi, sambil memastikan kedaulatan bangsa terjaga dalam prinsip kesetaraan.
"Indonesia terus memainkan peran konstruktif. Meskipun lanskap global ini sangat sulit dan menantang serta terus berubah. Kami akan melanjutkan sesuai dengan Konstitusi kami, memainkan peran konstruktif dengan memastikan bahwa dunia akan terus dibangun berdasarkan perdamaian, kedaulatan, dan kesetaraan," tegasnya.
Tercermin dari kondisi APBN yang defisitnya terjaga di bawah 3% pasca Pandemi Covid-19 dan terus memanasnya tensi geopolitik. Rasio utang terhadap PDB pun menurutnya terus terjaga di level 40%, jauh di bawah rata-rata rasio utang negara-negara mau yang di atas 100%, dan negara berkembang atau emerging markets rata-rata di kisaran 60%.
"Kebijakan fiskal yang hati-hati dalam merespons secara relatif fleksibel, serta tepat waktu, kita mampu terus menstabilkan perekonomian, namun pada saat yang sama juga menjaga kesinambungan fiskal kita," tutur Sri Mulyani.
Kemampuan menjaga instrumen fiskal itu pun menurutnya membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia stabil selama delapan kuartal berturut-turut di tengah kondisi fragmentasi global itu. Mulai dari kuartal IV 2021 di level 5%, hingga kuartal II-2023 di level 5,2%, meski kuartal III-2023 melambat ke level 4,9%.
"Jadi bagaimana kita akan terus menggunakan keterampilan menggunakan alat fiskal kita dalam merumuskan kebijakan fiskal untuk mengatasi masalah guncangan jangka pendek dan jangka panjang yang berkelanjutan, dan pada saat yang sama melanjutkan perjalanan kita menuju negara berpendapatan lebih tinggi," ungkap Sri Mulyani.
Oleh sebab itu, ia meyakini, dengan strategi fiskal yang hati-hati dan responsif, Indonesia akan bisa menjadi negara maju sesuai target Indonesia Emas 2045, meskipun perjalanannya berat. Untuk itu, ia memastikan akan mengarahkan kebijakan fiskal untuk mengatasi tiga permasalahan domestik Indonesia, yakni kesenjangan infrastruktur, SDM, dan birokrasi.
"Langkah apa yang salah, apa yang benar, dalam hal kebijakan pendidikan, anggaran pendidikan, kebijakan kesehatan, anggaran kesehatan, jaring pengaman sosial, dan bagaimana kita memastikan subsidi menjadi lebih tepat sasaran dan efisien, ini semua adalah bidang-bidang yang kita semua ketahui tetapi kita masih terus berjuang apakah ini dalam bidang teknis atau dalam bidang politik. Hal ini perlu diatasi," kata Sri Mulyani.
(mij/mij)