Kisah Warga RI 'Mantab', Sebulan Tarik Rp500.000 Buat Hidup
Jakarta, CNBC Indonesia - Biaya hidup yang kian tinggi membuat sebagian masyarakat memilih menggunakan tabungannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Cara 'subsidi' dari tabungan menjadi opsi, karena gaji tak kunjung naik sementara biaya hidup sehari-hari makin meninggi.
Fikri, seorang pegawai satuan keamanan bakal deg-degan setiap kali kalender sudah menunjukkan tanggal 20 ke atas. Pasalnya duit yang dia sediakan untuk biaya hidup selama satu bulan pasti sudah hampir habis. Dengan terpaksa, pria 29 tahun ini menggunakan tabungannya untuk menyambung hidup sampai tanggal gajian tiba.
"Satu bulan paling enggak Rp 500 ribu sampai Rp 600 ribu (makan tabungan)," kata dia, Senin (4/11/2023).
Fikri mencermati kebiasaannya makan tabungan ini sebenarnya hal baru. Dia memperkirakan, baru 3 bulan ini merasakan keuangannya morat-marit hingga harus memakai duit tabungan di akhir bulan.
Gajinya sebagai satuan pengamanan memang tidak besar di bawah Rp 5 juta. Namun, biasanya uang itu cukup dia gunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya selama sebulan.
Fikri menceritakan gaji itu biasanya dia bagi ke beberapa pos pengeluaran, seperti untuk menabung, memberi uang ke orang tua, dan membayar cicilan ponsel. Sisa uang dari pengeluaran itulah yang dia gunakan untuk kebutuhan sehari-hari mulai dari makan, bensin dan rokok.
Dia merasakan lonjakan pengeluaran yang kelewat tinggi di bulan November kemarin. Pengeluarannya bertambah karena harus membayar uang arisan dan servis motor. Walhasil, makan tabungan saja tidak cukup. Fikri harus meminjam duit ke dua orang kerabatnya. "Itu berarti udah parah banget minusnya," kata dia.
Dia sendiri mengaku tidak tahu apa yang menjadi penyebab pengeluarannya selalu membengkak dalam waktu 3 bulan ini. Namun, dia menduga naiknya harga rokok dan bensin menjadi pemicu utama yang menyebabkan dia harus makan tabungan. "Itu sih yang paling berasa banget," kata dia.
Fikri mengaku terpaksa karena harus mengambil tabungan yang kelak akan dia pakai untuk menikah itu. Akan tetapi, pilihan yang ada memang tidak banyak.
Oleh Karena itu, dia selalu berusaha menyisihkan gajinya untuk membayar tabungan yang dia ambil di bulan lalu. "Sebulan sekali kan saya terima gaji, saya pinjam dulu duit tabungan, nanti diganti lagi, begitu berputar terus," ujar dia.
Dia mengaku jug sedang putar otak supaya praktik makan tabungan ini tidak berlanjut. Karena itu, dia sedang giat mencari duit tambahan dengan menarik ojek. "Setiap libur saya cari tambahan dari ngojek, lumayan dua hari bisa dapat Rp 250 ribu sampai Rp 300 ribu," papar dia.
Cerita Fikri hanyalah sekelumit dari fenomena orang RI makan tabungan untuk menyambung hidup. Data Survei Konsumen dari Bank Indonesia per Oktober 2023 menunjukkan memang banyak warga Indonesia yang harus menggunakan tabungannya guna memenuhi kebutuhan sehari-hari. BI mencatat rasio tabungan terhadap pendapatan per Oktober 2023 turun jauh dibandingkan posisi sebelum pandemi Covid-19 atau Oktober 2019.
Pada bulan Oktober lalu, rasio simpanan terhadap pendapatan masyarakat Indonesia sebesar 15,7%. Sementara pengeluaran dan pembayaran cicilan, masing-masing 76,3% dan 8,8%. Pada bulan yang sama tahun 2019, rasio simpanan terhadap pengeluaran masyarakat di Tanah Air masih jauh lebih besar, yakni 19,8%. Pasalnya pengeluaran dan pembayaran cicilan pada periode itu sebesar 68% dan 12,2%.
Berdasarkan data BI, kelompok masyarakat dengan pendapatan Rp 4,1 juta hingga Rp 5 juta seperti Fikri yang mengalami penurunan rasio simpanan terhadap pendapatan paling dalam atau sebesar 460 basis poin (bps). Kemudian disusul oleh kelompok pendapatan Rp 2,1 juta hingga Rp 3 juta, yakni merosot 400 bps.
Imbas dari kejadian ini adalah sepanjang tahun ini simpanan masyarakat Indonesia tumbuh seret, bahkan per Oktober 2023 dana pihak ketiga (DPK) perbankan hanya tumbuh 3,9% secara tahunan (yoy). Mengutip data Bank Indonesia, per Oktober 2023 dana masyarakat yang dihimpun mencapai Rp 7.982,3 triliun. Bila dirinci sebanyak 63% di antaranya merupakan dana murah atau current account savings account (CASA) yang terdiri dari giro dan tabungan.
Lemahnya penempatan dana masyarakat di bank pun terlihat sangat jelas bila melihat data sepanjang tahun berjalan (ytd). Giro dan tabungan, masing-masing, mengalami kontraksi 1,3% ytd dan 1,4% ytd.
Direktur Eksekutif Center of Reform Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan hal itu menjadi indikasi bahwa ada fenomena makan tabungan di masyarakat Indonesia. Dia menyebut hal itu terjadi karena penurunan pendapatan, sehingga porsi tabungan harus diambil untuk menutupi kebutuhan hidup.
"Konsumsi ini ada primer sampai tersier. Primer ini tidak bisa dikurangi, jadi kalau kurang mau tidak mau harus ambil dari tabungan," kata dia
Dia mengatakan penurunan paling tajam terjadi pada masyarakat pendapatan menengah ke atas. Padahal, sebelumnya kelompok tersebut memiliki porsi yang cukup untuk mempunyai porsi tabungan yang lebih tebal. Kelompok bawah cenderung sedari awal tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk menabung, sehingga saat terjadi penurunan pendapatan dan kenaikan konsumsi, porsi tabungan mereka relatif tidak berkurang banyak.
(haa/haa)