Orang RI Makan Tabungan, Habis Buat Staycation?

Jakarta, CNBC Indonesia-Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda berpendapat fenomena makan tabungan yang dilakukan sebagian masyarakat Indonesia lebih disebabkan oleh melonjaknya konsumsi. Dia mengatakan sebagian masyarakat menggunakan tabungannya untuk tujuan wisata.
"Faktor yang paling terasa adalah konsumsi masyarakat tetap meningkat, namun tidak diiringi dengan kenaikan pendapatan yang signifikan," kata Nailul Huda dikutip Rabu (6/12/2023).
Merujuk data Badan Pusat Statistik, kata dia, kenaikan paling cepat adalah konsumsi telekomunikasi dan transportasi; serta restoran dan hotel. Dia mengatakan kemungkinan masyarakat Indonesia di 2023 lebih banyak liburan dan staycation dibandingkan tahun 2022.
"Artinya masyarakat Indonesia di tahun 2023 ini lebih banyak liburan dan staycation dibandingkan tahun 2022," kata dia.
Menurut Nailul, dibukanya kegiatan masyarakat setelah pandemi Covid-19 membuat konsumsi masyarakat meningkat. Akhirnya mereka memakan tabungan yang mereka kumpulkan selama dua tahun ke belakang. Menurut dia, fenomena orang RI makan tabungan untuk hiburan bisa terlihat sebab rasio tabungan yang paling terkikis adalah golongan kelas menengah.
"Tahun ini juga festival musik kerap diadakan. Paling banyak turun rasio tabungannya kan kelompok menengah yang hobinya jalan-jalan, beli gadget, nonton konser," kata dia.
Sebelumnya, fenomena masyarakat yang menggunakan tabungannya untuk keperluan sehari-hari terdeteksi melalui survei yang dirilis Bank Indonesia. Data Survei Konsumen dari Bank Indonesia per Oktober 2023 menunjukkan banyak warga Indonesia yang harus menggunakan tabungannya guna memenuhi kebutuhan sehari-hari. BI mencatat rasio tabungan terhadap pendapatan per Oktober 2023 turun jauh dibandingkan posisi sebelum pandemi Covid-19 atau Oktober 2019.
Pada bulan Oktober lalu, rasio simpanan terhadap pendapatan masyarakat Indonesia sebesar 15,7%. Sementara pengeluaran dan pembayaran cicilan, masing-masing 76,3% dan 8,8%. Padahal, pada survei November 2019, rasio simpanan terhadap pengeluaran masyarakat di Tanah Air masih jauh lebih besar, yakni 19,8%. Pasalnya pengeluaran dan pembayaran cicilan pada periode itu sebesar 68% dan 12,2%.
Berdasarkan data BI, kelompok masyarakat dengan pendapatan Rp 4,1 juta hingga Rp 5 juta mengalami penurunan rasio simpanan terhadap pendapatan paling dalam atau sebesar 460 basis poin (bps). Kemudian disusul oleh kelompok pendapatan Rp 2,1 juta hingga Rp 3 juta, yakni merosot 400 bps.
Nailul berpendapat dalam jangka pendek, kenaikan konsumsi yang terjadi pada masyarakat Indonesia akan mempercepat pertumbuhan ekonomi karena terdorong dari konsumsi. Namun, dalam jangka panjang, kata dia, harus berhati-hati karena bisa menggerus Dana Pihak Ketiga (DPK) terutama dari dana murah. "Likuiditas perbankan bisa berkurang," kata dia.
Nailul menilai inflasi atau kenaikan harga barang di Indonesia memang terjadi, namun cukup terkendali di angka 2-3%. Dia menilai kenaikan harga itu juga berpengaruh pada tingkat konsumsi masyarakat, namun tidak signifikan.
Di lain sisi, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Mohammad Faisal mengatakan inflasi justru menjadi faktor utama penyebab orang RI makan tabungan. Dia mengatakan meskipun inflasi tahun ini relatif lebih rendah ketimbang tahun lalu, namun kondisi melambatnya perekonomian Indonesia membuat daya beli masyarakat semakin tergerus dengan kenaikan harga.
"Dalam kondisi ekonomi tumbuh lebih lambat, walaupun inflasi lebih rendah akan melemahkan dari sisi daya beli," kata dia.
Terlebih, kata dia, penyumbang inflasi terbesar hingga November ini adalah komoditas harga pangan bergejolak atau volatile food, seperti beras. Inflasi di komoditas itu, kata dia, akan memukul kalangan masyarakat bawah yang menggunakan sebagian besar tabungannya untuk makanan. "Kalangan bawah sebetulnya lebih rentan terhadap inflasi pangan," kata dia.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kisah Warga RI 'Mantab', Sebulan Tarik Rp500.000 Buat Hidup
