
BMKG Beri Kabar Baik, RI Bisa Terhindar Petaka di Tahun 2050

Jakarta, CNBC Indonesia - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati mengungkapkan kabar baik terkait ancaman akibat perubahan iklim yang tengah mengancam berbagai belahan dunia. Di sisi lain, dia menambahkan, perubahan iklim (climate change) masuk jadi salah satu fokus dalam pembangunan nasional. Yang telah dicantumkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
"Evolusi iklim 2023 berpeluang besar akan menjadi tahun terpanas sepanjang sejarah pencatatan iklim, mengalahkan saat terjadi El Nino kuat di tahun 2016," katanya dalam keterangan di situs resmi BMKG, dikutip Kamis (16/11/2023).
Mengacu data BMKG di seluruh dunia, lanjutnya, Organisasi Meteorologi Dunia, WMO, kemudian menyimpulkan potensi terjadinya global water hotspot.
"Dampak dari kenaikan suhu global juga memicu kekhawatiran terkait potensi kekeringan di berbagai belahan dunia, termasuk Amerika Utara dan Selatan, Afrika, Eropa, Asia, dan Australia," ujar Dwikorita.
"Indonesia relatif aman karena kondisi alam sangat lembab, juga dikelilingi oleh samudera yang lebih luas dari daratannya," tambahnya.
Hanya saja, lanjut Dwikorita, warga Indonesia tetap harus waspada. Di mana, imbuh dia, menanggapi krisis iklim yang tengah melanda dunia, upaya adaptasi dan mitigasi menjadi penting.
"Harus diwaspadai, gaya hidup kita itu akan berdampak kekeringan secara lokal yang mengakibatkan terganggu ketahanan pangan di pertengahan abad ini (abad 21) atau di sekitar tahun 2050, di mana terjadi peningkatan kerentanan pada stok pangan dunia," katanya.
Dalam hal ini, menurut Dwikorita, ada 3 pilar yang saling terkoneksi. Yaitu, policy, services, dan science.
"Untuk mengeksekusi science, science ini harus diintegrasikan dengan policy (kebijakan) yang akhirnya eksekutornya adalah di services," tegasnya.
Sebelumnya, Dwikorita mengungkapkan, ada ancaman yang bisa menimpa Indonesia justru saat memasuki periode emas di tahun 2045-2050. Yaitu, krisis pangan yang juga mengintai hampir seluruh negara di dunia.
Hal itu disampaikan Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengutip proyeksi organisasi pangan dan pertanian dunia, Food and Agriculture Organization (FAO). Jika hal itu terjadi, imbuh dia, sekitar 500 juta petani skala kecil yang memproduksi 80% sumber pangan dunia akan jadi yang paling rentan terkena dampak perubahan iklim.
Mengacu data WMO yang dikumpulkan dari pengamatan di 193 negara, BMKG memproyeksikan dalam beberapa tahun ke depan akan terjadi hotspot air atau daerah kekeringan di berbagai negara.
"Artinya akan banyak tempat yang mengalami kekeringan, baik di negara maju maupun berkembang, baik Amerika, Afrika dan negara lainnya sama saja," katanya dalam keterangan di situs resmi BMKG dikutip Rabu (18/10/2023).
"Saat ini Indonesia memang belum terdeteksi mengalami hotspot air namun bukan berarti dalam skala lokal kekeringan tidak terjadi. Sehingga, jika lengah dan gagal memitigasi, diproyeksikan pada tahun 2045-2050, di saat Indonesia memasuki masa emas, akan terjadi perubahan iklim dan mengalami krisis pangan," kata Dwikorita.
(dce/dce)
Next Article Seram, BMKG Ungkap Petaka El Nino Semakin Sering Terjadi
