Jokowi Sulap Eks Kebun Sawit Jadi Lahan Jagung, Ini Targetnya

Martyasari Rizky, CNBC Indonesia
Rabu, 15/11/2023 11:55 WIB
Foto: Benih Jagung Bioteknologi (Detikcom/Grandyos Zafna)

Jakarta, CNBC Indonesia - Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Harvick Hasnul Qolbi mengatakan pihaknya mendapat arahan langsung dari Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) untuk memanfaatkan semua lahan dalam menjawab tantangan kekurangan yang ada, termasuk mengoptimalkan lahan perkebunan kelapa sawit.

"Dari sejumlah tantangan dalam industri perkebunan, pemerintah melihat ada peluang yang belum optimal dilakukan di perkebunan kelapa sawit, khususnya dari aspek hulu yakni di perkebunan kelapa sawit," kata Harvick saat memberi arahan dalam acara Pembahasan Program Kesatria (Kelapa Sawit Tumpang Sari Tanaman Pangan) di Kantor Kementerian Pertanian, Rabu (15/11/2023).

Harvick menilai perlu adanya upaya lompatan yang serius, bukan lagi percepatan dalam mengoptimalkan lahan perkebunan tersebut. Dia mengatakan, luas perkebunan kelapa sawit dapat dimanfaatkan secara integratif melalui optimalisasi lahan perkebunan dengan tanaman pangan, seperti jagung dan tanaman musiman lainnya.


"Program integrasi tanaman perkebunan dengan tanaman pangan menjadi upaya khusus di saat kondisi global mengalami krisis pangan. Program kelapa sawit tumpang sari tanaman pangan atau KESATRIA harus benar-benar implementatif, tentu disesuaikan dengan standar yang dimungkinkan secara teknis di lapangan," ujarnya.

Lebih lanjut, Harvick menjelaskan alasan mengapa pihaknya terlebih dahulu memilih komoditas jagung dalam program tumpang sari. Pertama, karena tingkat kebutuhan jagung 14 juta ton per tahun, sedangkan pasokan dalam negeri belum dapat mencukupi sehingga impor selalu menjadi jalan keluar.

Foto: Benih Jagung Bioteknologi (Detikcom/Grandyos Zafna)
Benih Jagung Bioteknologi (Detikcom/Grandyos Zafna)

Kedua, karena jagung sangat dibutuhkan oleh Indonesia sebagai upaya pemenuhan kebutuhan pangan, tidak hanya untuk kebutuhan pakan ternak. Ketiga, Indonesia berpotensi menghemat devisa dari impor jagung yang dapat disubstitusikan kepada insentif di sektor hulu.

Harvick mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2022 Indonesia telah mengimpor jagung sebanyak 1,09 juta ton, volume itu naik 9,89% dibandingkan tahun sebelumnya yang sebanyak 995.998 ton. Sementara di tahun 2023 ini pemerintah telah berencana mengimpor jagung sebanyak 500.000 ton untuk mengisi cadangan pemerintah dan memenuhi kebutuhan peternak rakyat.

"Kalau saja optimalisasi lahan perkebunan, khususnya kelapa sawit dapat memenuhi produksi jagung 500.000 ton, tentu impor bisa kita kurangi atau bahkan bisa kita stop," tutur dia.

Menurutnya, Indonesia memiliki potensi untuk swasembada jagung dan Indonesia juga harus mampu untuk itu. Dari potensi tersebut, katanya, Kementan mendorong upaya khusus melalui optimalisasi lahan pada perkebunan, khususnya perkebunan kelapa sawit dapat didorong se-optimal mungkin.

"Kepada saudara Direktur Jenderal Perkebunan, saya meminta agar betul-betul lebih detailkan potensi optimalisasi lahan perkebunan tersebut, khususnya kelapa sawit, agar dapat dimanfaatkan secara optimal dalam mendukung peningkatan produksi jagung nasional," perintahnya.

"Kepada para pelaku usaha perkebunan khususnya kelapa sawit, dukungan Bapak Ibu sekalian sangat diharapkan pemerintah pada saat ini. Arahan Pak Presiden jelas bahwa lakukan upaya-upaya luar biasa untuk meningkatkan produksi jagung. Tentu Kementerian Pertanian perlu dukungan seluruh pihak termasuk pemanfaatan optimalisasi lahan perkebunan," lanjut Harvick.

Sementara itu, Direktur Jenderal Perkebunan Andi Nur Alam Syah menyampaikan bahwa dari hasil identifikasi sementara, setidaknya terdapat 175.000 hektare areal perkebunan kelapa sawit yang secara teknis dapat ditanami jagung dan tersebar di 22 provinsi sentral kelapa sawit.

"Direktorat Jenderal Perkebunan memprediksi, apabila seluruh lahan tersebut dapat dimanfaatkan secara baik, itu dapat berkontribusi terhadap peningkatan produksi jagung nasional sebesar 1 juta ton pipilan kering," ucap Andi.

Melalui program KESATRIA ini, lanjutnya, memanfaatkan waktu tanaman sawit yang belum menghasilkan tandan buah segar (TBS), dan waktu tahun pertama dan kedua pekebun diharapkan akan mendapatkan hasil dari tanaman tumpang sarinya serta membuka lapangan kerja.

"Apabila kita melihat ketentuan teknis budi daya, bahwa komoditas perkebunan yang dapat dilakukan integrasi mencakup kelapa sawit, kelapa karet, kopi, dan kakao. Tentu ke depan akan dikembangkan ke komoditas tersebut untuk memberikan kontribusi perkebunan terhadap peningkatan produksi jagung nasional," pungkas Andi.


(wur)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Tarif Ekspor Naik, Emiten CPO Makin Terjepit?