Negara Ini Desak Embargo Minyak ke Israel, Namun Ditolak Arab
Jakarta, CNBC Indonesia - Iran meminta negara-negara Muslim penghasil minyak melakukan embargo pengiriman bahan bakar ke Israel. Ini disebabkan langkah Tel Aviv yang terus melancarkan serangan ke wilayah Gaza, Palestina, dalam perlawanannya melawan kelompok milisi Hamas.
Mengutip Iran International, Presiden Iran Ebrahim Raisi mendesak negara-negara Islam untuk meluncurkan sanksi terhadap Israel. Ia juga memuji Hamas yang berperang dengan Israel.
"Tidak ada cara lain selain melawan Israel, kami mencium tangan Hamas atas perlawanannya terhadap Israel," kata Raisi dalam pidatonya di pertemuan puncak gabungan Islam-Arab di sela-sela KTT Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), dikutip Senin (13/11/2023).
"Sejak awal kemenangan Revolusi Islam, Iran sudah mempunyai pendapat yang jelas mengenai hak-hak rakyat Palestina, dan di sisi lain selalu menganggap rezim Zionis sebagai rezim palsu, perampas, dan tanpa identitas," tambahnya dikutip Middle East Monitor.
Eskalasi di wilayah Gaza terus meningkat setelah Israel membombardir wilayah itu dengan sporadis. Ini dilakukan Tel Aviv untuk menghancurkan kelompok milisi Gaza, Hamas, yang menyerang Negeri Yahudi itu pada 7 Oktober lalu dan menewaskan 1.400 warga serta menyandera 239 warga.
Hingga saat ini, korban sipil yang tewas akibat serangan Israel di Gaza telah mencapai lebih dari 10 ribu jiwa. Ini membuat beberapa proksi Iran di wilayah itu seperti Hizbullah dan Houthi melancarkan serangan ke arah Tel Aviv.
Meski terus memberikan tekanan terhadap Israel, wacana Iran dalam mengembargo pengiriman minyak ke Negeri Yahudi itu ditentang negara-negara di kawasan. Usulan Teheran juga ditolak negara-negara Arab dan Muslim terkait penetapan militer Israel sebagai organisasi teroris dan pemutusan hubungan diplomatik dengan Tel Aviv kepada negara Arab yang memilikinya.
"Namun, setidaknya tiga negara, termasuk Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain, yang menormalisasi hubungan dengan Israel pada tahun 2020, menolak proposal tersebut," menurut diplomat yang tidak mau disebutkan namanya kepada Times of Israel.
Selain itu, kebanyakan dari negara-negara Arab dan Muslim terus mendorong adanya solusi dua negara di mana Israel dan Palestina dapat hidup berdampingan satu dengan yang lain. Ini berbeda dengan pandangan Iran yang menganggap Israel tidak seharusnya ada.
Meski begitu, KTT tersebut sepakat bahwa mereka menggarisbawahi pentingnya mencapai "posisi kolektif yang bersatu yang mengekspresikan kehendak bersama Arab dan Islam mengenai perkembangan berbahaya dan belum pernah terjadi sebelumnya yang terjadi di Gaza dan wilayah Palestina".
Pada hari Jumat, Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman mengutuk "apa yang dihadapi Jalur Gaza dari serangan militer, penargetan warga sipil, pelanggaran hukum internasional oleh otoritas pendudukan Israel".
(sef/sef)