
Daya Beli Orang RI Ambrol? Begini Fakta yang Terjadi

Jakarta, CNBC Indonesia - Survei Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Bank Indonesia (BI) menunjukkan adanya tren penurunan belanja. Terutama untuk kelompok masyarakat dengan pengeluaran sampai Rp4 juta per bulan.
Survey itu juga menemukan konsumsi masyarakat menengah ke bawah Indonesia tercermin tertahan. Kelompok masyarakat dengan pengeluaran Rp 1-2 juta mengurangi konsumsi karena ada cicilan yang dibayar lebih besar (7,1%) dan menambah proporsi tabungannya (15,7%).
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi membenarkan ada kecenderungan penurunan belanja di kalangan buruh saat ini. Kondisi itu, kata dia, bahkan sudah terjadi sejak tahun 2020.
Menurutnya, kalangan buruh kini mengalami penurunan daya beli. Di saat bersamaan, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), maupun merumahkan karyawan masih terjadi.
"Jadi bukan sengaja menahan belanja, tapi memang penghasilan yang pas-pasan dan bahkan tidak sesuai dengan kebutuhan hidup," katanya kepada CNBC Indonesia, dikutip Jumat (10/11/2023).
"Yang korban PHK sudah pasti daya belinya menurun, yang masih bekerja juga menurun karena biaya-biaya naik. Biaya anak-anak sekolah naik, BBM naik, biaya sewa kontrakan naik, transportasi umum juga naik," tukasnya.
Di sisi lain, lanjut Ristadi, kenaikan upah tak bisa menyeimbangi. Atau, imbuh dia, bahkan tak ada kenaikan upah.
"Yang terjadi adalah utang pekerja buruh ke koperasi, pinjol (pinjaman online), dan bank-bank liar akan naik. Tutup lubang, gali lubang," sebutnya.
"Sampai akhir tahun jika terus-terusan terjadi PHK atau pekerja dirumahkan kondisinya akan sama. Terutama di sektor manufaktur tekstil, garmen, dan sepatu," ujarnya.
Ristadi mengatakan, memang saat ini tak terlalu terlihat gejolak akibat penurunan daya beli terutama di kalangan buruh. Hal itu, kata dia, salah satunya karena pemerintah menggelontorkan berbagai subsidi ke masyarakat.
"Tampak tak ada gejolak sosial-ekonomi akibat situasi ini karena buruh/ pekerja yang di-PHK beralih ke ojol dan kerja serabutan seadanya. Yang penghasilannya jauh di bawah masih bekerja di pabrik," tutur Ristadi.
"Selain itu ada beberapa bantuan tunai dari pemerintah. Itu sangat membantu. Menolong sesaat, tapi tak menyelesaikan masalah," katanya.
Untuk itu, dia berharap pemerintah terus memacu investasi, terutama di sektor yang menyerap tenaga kerja lebih banyak dan memberi upah yang layak, serta kondisi kerja layak.
Sementara itu, Macro Equity Strategist Samuel Sekuritas Indonesia Lionel Priyadi mengatakan, perlambatan ekonomi kemungkinan masih akan terjadi sampai akhir tahun 2024.
"Perlambatan ekonomi akan berlanjut hingga akhir tahun 2024. Karena ekonomi dunia berhadapan dengan resesi AS dan Eropa serta China yang ekonominya semakin lemas," katanya.
"Karena itu, program subsidi yang digelontorkan untuk menahan daya beli agar tidak jatuh, sudah tepat untuk jangka pendek," ujar Lionel.
Sebagai informasi, survey Bank Indonesia tersebut menunjukkan, belanja kelompok masyarakat dengan pengeluaran Rp1-2 juta turun menjadi 76,7%, terendah sejak Juni 2023.
Sementara itu, konsumsi masyarakat dengan pengeluaran Rp2,1-3 juta melemah menjadi 76,5%, lebih rendah dibandingkan September yang tercatat sebesar 77,1%
Sedangkan konsumsi masyarakat dengan pengeluaran Rp3,1-4 juta juga menurun menjadi 73,7%, terendah sejak Mei 2023 atau dalam lima bulan terakhir.
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ngeri! Efek PHK Massal, Daya Beli Drop Parah