Profesor Singapura Ungkap Konsekuensi Perang Gaza bagi RI Cs

Jakarta, CNBC Indonesia - Perang Israel-Hamas akan mempunyai konsekuensi geopolitik bagi Asia Tenggara. Hal ini disampaikan oleh pakar hubungan internasional Joseph Liow dalam kuliah khusus di Institute of Policy Studies (IPS), sebuah think-tank independen Singapura.
Liow mengatakan di Asia Tenggara, ada kelompok-kelompok ekstremis yang termotivasi oleh peristiwa-peristiwa di Timur Tengah. Banyak dari kelompok-kelompok ini sebelumnya telah mengidentifikasi penderitaan rakyat Palestina sebagai isu yang ingin mereka dukung.
"Hal ini akan menciptakan tantangan dalam hal keamanan dan hubungan antar komunitas, yang merupakan sesuatu yang harus diperhatikan," kata Liow pada Rabu (1/11/2023), seperti dikutip The Straits Times.
Liow, yang merupakan dekan Fakultas Humaniora, Seni, dan Ilmu Sosial Universitas Teknologi Nanyang (NTU), mengatakan para pemimpin politik di Asean yang berupaya memperdalam hubungan dengan Amerika Serikat (AS) akan menghadapi kesulitan jika sentimen di lapangan berbalik melawan Washington.
"Amerika Serikat tidak pernah menjadi kekuatan yang disambut dengan baik di wilayah kami, di banyak negara... mengingat kejadian yang terjadi 20 tahun lalu, pasca 9/11, khususnya Afghanistan dan Irak... masih sangat segar dalam ingatan banyak orang Malaysia dan Indonesia, dan saya pikir naskah itu akan terulang lagi, dan itu akan menciptakan kesulitan bagi para pemimpin negara-negara ini," katanya.
Ia memberi contoh hubungan AS dengan Malaysia. Diketahui Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim secara terbuka mendukung Palestina dan mengatakan bahwa Malaysia mengutuk pendudukan ilegal Israel atas Palestina.
Dia mengungkapkan pada tanggal 31 Oktober bahwa para pejabat AS telah mempertanyakan utusan Malaysia atas penolakan negara tersebut untuk mengutuk tindakan Hamas dan menyebut kelompok tersebut sebagai teroris.
Liow mengatakan dukungan lama Anwar terhadap perjuangan Palestina "dapat dimengerti", namun masalah akan muncul jika pemerintah Malaysia ingin bekerja sama secara terbuka dengan AS.
"Itu masalah 20 tahun lalu, kan? Pemerintah Malaysia sangat tertarik untuk memajukan hubungan mereka dengan Amerika Serikat, namun masyarakatnya sangat anti-AS karena invasi Irak, dan mereka harus mengelolanya," katanya.
"Tantangan bagi negara-negara tetangga kita saat ini adalah konfigurasi politik dalam negeri saat ini jauh lebih brutal dibandingkan 20 tahun yang lalu, sehingga hal ini akan sangat rumit."
Sementara tantangan bagi ASEAN adalah bagaimana mereka dapat "memajukan kepentingan kolektif negara-negara anggota yang berbeda di tengah tatanan global yang terus berubah".
Dia mengatakan ketidaktertarikan Amerika terhadap perdagangan global akan berdampak pada Asia Tenggara, sebuah wilayah yang sangat terhubung dengan jaringan perdagangan internasional.
ASEAN juga harus bergulat dengan keseimbangan kelembagaan, di mana ada upaya China untuk menciptakan lembaga-lembaga baru untuk menantang kepemimpinan AS dan dominasi lembaga-lembaga yang sudah ada.
"Hal ini berpotensi berdampak pada ASEAN, yang diduga merupakan institusi utama di Asia Tenggara," katanya.
"Di tengah perubahan Tatanan Global, ASEAN harus mempertimbangkan bagaimana menerapkan keagenan dalam hal membuat, memodifikasi, dan membentuk, atau bahkan melestarikan, peraturan, tidak terkecuali di wilayahnya sendiri," tambahnya.
Perang pecah di Gaza setelah Hamas pada 7 Oktober melancarkan serangan roket mendadak yang menewaskan 1.400 orang di Israel, yang kemudian membalasnya dengan serangan udara ekstensif dan melancarkan serangan darat di Gaza serta Tepi Barat.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 5 Update Perang Gaza: Jumlah Korban-Israel Acak-Acak Tepi Barat
