
Produksi Rokok & Miras Turun, Setoran Cukai Sri Mulyani Turun

Jakarta, CNBC Indonesia - Setoran bea dan cukai mengalami tren penurunan sejak awal tahun hingga September 2023. Penerimaan kepabeanan dan cukai hingga akhir bulan lalu sebesar Rp 195,6 triliun atau turun 15,8% dari realisasi per September 2022 sebesar Rp 232,1 triliun.
Dari data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), capaian per September 2023 ini baru mencapai 64,5% dari target setoran bea dan cukai tahun ini sebesar Rp 303,2 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, penurunan terdalam terjadi untuk setoran bea keluar yang minus 78,1% secara tahunan dengan nilai hanya Rp 8,1 triliun. Penyebabnya adalah bea keluar produk sawit yang minus 82,1% dipengaruhi harga CPO yang lebih rendah meski volume ekspornya tumbuh. Begitu juga bea keluar tembaga yang minus 54,3% karena volume ekspornya turun 13,5%.
Lalu, setoran cukai hasil tembakau atau rokok juga turun 5,4% secara tahunan menjadi hanya senilai Rp Rp 144,8 triliun. Disebabkan produksi rokok sampai dengan Juli turun hingga 3,6% dan realisasi tarif menjadi hanya 0,5% dari seharusnya 10% karena penurunan produksi rokok SKM dan SPM golongan 1.
"Untuk cukai terutama rokok kita lihat penerimaan dari cukai hasil tembakau ini turun 5,4% terutama produksi sampai dengan Juli turun 3,6%, tarifnya juga turun 0,5 secara riil tarif efektifnya meskipun tarif cukai naik 10% rata-rata tahun ini, namun karean ada perbedaan dan penurunan kuantitas ini efektif ratenya menjadi negatif 0,5%," kata Sri Mulyani saat konferensi pers APBN di kantornya, dikutip Kamis (26/10/2023).
Cukai Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) atau miras pun juga turun sebesar 1,2% menjadi Rp 5,5 triliun akibat penurunan produksi sebesar 1,6%, dan cukai etil alkohol turun 7,5% menjadi Rp 88,1 miliar karena penurunan produksi etil alkohol sebesar 7,7%.
"Untuk cukai MMEA yaitu minuman mengandung etil alkohol ini turun 1,2% terutama dari sisi produksi yang turun 1,6%, untuk etil alkohol yang waktu boom saat pandemi kita hanya kumpulkan Rp 88 miliar terutama karena penurunan produksi juga," tegas Sri Mulyani.
Adapun bea masuk yang telah mencapai Rp 36,9 triliun per September 2023 menjadi satu-satunya komponen yang tumbuh. Nilai itu naik sekitar 1,7 persen dibandingkan bulan yang sama pada tahun sebelumnya atau year on year dan sudah mencapai sekitar 77,6% dari target APBN 2023.
"Dengan kurs rupiah yang mengalami pelemahan maka penerimaan dalam bentuk rupiah kita menjadi seperti naik itu karena bea masuk itu dihitung berdasarkan US dolar," ucap Sri Mulyani.
Selain karena kurs, bea masuk ini naik disebabkan tarif efektif yang naik menjadi 1,44%. Didorong pertumbuhan impor komoditas dengan tarif bea masuk lebih dari 10% sejalan dengan aktivitas ekonomi domestik yang masih terjaga.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Setoran Bea dan Cukai Moncer Saat Pajak Lesu di Juli 2024
