
MBS Komentar Keras soal Gaza, Sebut Serangan Keji-Brutal

Jakarta, CNBC Indonesia - Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) kembali berkomentar soal Gaza. Hal ini terungkap dalam panggilan telepon dengan Perdana Menteri (PM) Jepang Fumio Kishida.
MBS menekankan bahwa Kerajaan Arab Saudi menganggap menargetkan warga sipil di Gaza sebagai kejahatan keji dan serangan brutal. Ia menekankan perlunya upaya untuk memberikan perlindungan kepada mereka.
"Penargetan warga sipil di Gaza sebagai kejahatan keji dan serangan brutal," tegasnya tulis laporan Saudi Press Agency (SPA) dan Saudi Gazette, Kamis (19/10/2023).
"Pentingnya memperkuat upaya untuk menghentikan operasi militer dan mengurangi eskalasi guna menghindari dampak berbahaya terhadap keamanan, perdamaian, dan stabilitas regional dan global," tambahnya.
Hal ini bukan pertama kalinya Arab Saudi bersuara. Negeri itu kemarin juga mengomentari serangan rudal ke Rumah Sakit (RS) Baptis Al-Ahli di Gaza, Selasa.
Kerajaan mengutuk keras hal itu dan menyebutnya "kejahatan keji yang dilakukan pasukan pendudukan Israel". Perlu diketahui, serangan udara tersebut mengakibatkan kematian ratusan warga sipil, termasuk anak-anak, dan orang-orang terluka.
"Perkembangan yang mengkhawatirkan ini mengharuskan komunitas internasional untuk meninggalkan standar ganda dan selektivitas dalam penerapan hukum humaniter internasional ketika menyangkut praktik kriminal Israel," demikian bunyi pernyataan kerajaan.
Arab Saudi juga menyerukan sikap serius dan tegas untuk memberikan perlindungan bagi warga sipil yang tidak bersalah. Kerajaan juga mendesak dibukanya koridor yang aman, untuk mengirimkan makanan dan obat-obatan kepada warga sipil yang terkepung di Gaza.
"Pasukan pendudukan Israel bertanggung jawab penuh atas pelanggaran berulang-ulang mereka terhadap semua norma dan hukum internasional," tegas Arab Saudi lagi.
Mengutip Al-Jazeera ada hukum internasional yang mengatur perang. Ini disebut hukum humaniter international (IHL) di mana ada perlindungan rumah sakit dan pekerja kesehatan.
Menurut Konvensi Jenewa, orang yang sakit dan terluka, serta staf medis, rumah sakit, dan fasilitas medis keliling dilindungi pada saat perang. Ini diatur dalam pasal 18 dan 19.
"Rumah sakit sipil yang diselenggarakan untuk memberikan perawatan kepada yang terluka dan sakit, orang lemah dan ibu hamil, dalam keadaan apa pun tidak boleh menjadi sasaran serangan, namun harus selalu dihormati dan dilindungi oleh Pihak-pihak yang berkonflik," bunyi pasal 18.
"Perlindungan yang menjadi hak rumah sakit sipil tidak akan berhenti kecuali mereka digunakan untuk melakukan, di luar tugas kemanusiaan mereka, tindakan yang merugikan musuh. Namun perlindungan dapat berhenti hanya setelah peringatan diberikan, dengan menyebutkan, dalam semua kasus yang sesuai, batas waktu yang wajar, dan setelah peringatan tersebut tidak diindahkan," bunyi pasal 19.
"Fakta bahwa anggota angkatan bersenjata yang sakit atau terluka dirawat di rumah sakit ini, atau adanya senjata kecil dan amunisi yang diambil dari kombatan tersebut dan belum diserahkan ke layanan yang tepat, tidak boleh dianggap sebagai tindakan yang merugikan musuh," tambah pasal 19 lagi.
Sebelumnya, perang Hamas vs Israel terjadi sejak 7 Oktober. Hamas melancarkan serangan multi-cabang melalui darat, laut dan udara dan menyusup ke Israel, menewaskan lebih dari 1.000 orang.
Sebagai tanggapan, Israel membalas dengan serangan udara ke Jalur Gaza, daerah kantong Palestina yang dikuasai oleh Hamas. Sejak itu, daerah kantong tersebut menjadi sasaran pemboman udara selama berhari-hari.
Meski begitu, perang dianggap tidak imbang. Badan-badan hak asasi manusia mengecam krisis kemanusiaan yang semakin parah di Gaza, area yang dikuasi Hamas, di mana makanan, air dan listrik hampir habis setelah Israel memutus pasokan.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Israel & Arab Saudi Makin Mesra, Ini Bukti Terbaru MBS
