Perang Hamas-Israel "Melebar" ke Jerman, Ramai Negara Boikot

Jakarta, CNBC Indonesia - Perang Hamas dan Israel "melebar" ke sejumlah negara. Setelah kekerasan terjadi di Prancis dan Amerika Serikat (AS), kali ini dampak perang terjadi di Jerman.
Ini terkait Pameran Buku Frankfurt di negeri itu. Acara penerbitan terbesar di dunia itu "diboikot" sejumlah negara.
Meski akan dimulai Rabu, lebih dari seminggu sejak Hamas melancarkan serangan ke Israel yang berujung bombardir Tel Aviv ke Jalur Gaza, panitia mengecam serangan. Bahkan, berjanji menonjolkan suara "Israel".
"Berdiri dengan solidaritas penuh di pihak Israel," kata Direktur Juergen Boos dalam sebuah pernyataan, dikutip AFP, Selasa (17/10/2023).
Ini pun diikuti dengan penundaan upacara penghargaan penulis Palestina, Adania Shibli. Hal tersebut memicu kecaman dari para penulis terkemuka dan penarikan beberapa kelompok Arab.
"Menunda penghargaan tersebut sama saja dengan menutup ruang bagi suara Palestina", kata surat terbuka yang ditandatangani oleh Abdulrazak Gurnah dan Olga Tokarczuk, keduanya pemenang Hadiah Nobel Sastra Dunia.
"Pameran Buku Frankfurt mempunyai tanggung jawab, sebagai pameran buku internasional yang besar, untuk menciptakan ruang bagi para penulis Palestina untuk berbagi pemikiran, perasaan, refleksi mereka terhadap sastra melalui masa-masa yang mengerikan dan kejam ini, bukan menutupnya," tambahnya.
Asosiasi Penerbit Emirates mengeluarkan pernyataan serupa. Mereka mengecam tindakan Pameran Buku Frankfurt.
Sementara surat kabar National yang berbasis di UEA melaporkan bagaimana boikot yang dilakukan Mesir melalui Asosiasi Penerbit Arab. Mereka menarik diri dari acara tersebut.
Malaysia juga melakukan hal sama karena "sikap pro-Israel". Kementerian Pendidikan Malaysia mengumumkan secara resmi kemarin, mengutip Al-Jazeera.
"Kementerian tidak akan berkompromi dengan kekerasan Israel di Palestina, yang jelas-jelas melanggar hukum internasional dan hak asasi manusia," kata kementerian itu dalam sebuah pernyataan.
"Keputusan Kementerian Pendidikan ini sejalan dengan sikap pemerintah yang selalu solidaritas dan memberikan dukungan penuh kepada Palestina," tambahnya.
Perang "Menyebar" ke Prancis dan AS
Sementara itu, akhir pekan lalu insiden penusukan menggegerkan sebuah sekolah di kota Arras, Prancis. Seorang guru tewas dan tiga orang lainnya terluka.
Polisi berhasil menangkap pelaku penusukan pada Sabtu. Ia diketahui seorang pria berusia 20 tahun dengan latar belakang Chechnya Rusia.
Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin mengatakan pihaknya menduga pelaku menyerang sekolah tersebut dengan dasar konflik antara Israel dan Hamas.Darmanin menambahkan bahwa tersangka baru-baru ini berada di bawah pengawasan badan intelijen karena dugaan radikalisasi.
Sehari sebelum serangan, ia bahkan sempat dipanggil oleh petugas keamanan. Ini lantaran adanya data mencurigakan dari pemantauan telepon genggam.
"Ia (sebelumnya) telah ditangkap pada hari Kamis untuk diinterogasi berdasarkan pemantauan panggilan teleponnya dalam beberapa hari terakhir, namun penyidik tidak menemukan tanda-tanda dia sedang mempersiapkan serangan," tambah Darmanin kepada Sky News.
Akibatnya, Prancis telah meningkatkan keamanan di ratusan situs Yahudi di seluruh negeri pada pekan ini. Hal ini pun merupakan perintah Presiden Emmanuel Macron, yang juga diikuti mobilisasi militer sebanyak 7.000 anggota.
"Pemerintah menyoroti peringatan ancaman nasional, dan Presiden Emmanuel Macron memerintahkan pasukan Prancis untuk bergerak pada Senin malam dan hingga pemberitahuan lebih lanjut untuk meningkatkan keamanan dan kewaspadaan di sekitar Prancis," ungkap Kantor Kepresidenan Prancis.
"Kita tidak boleh membiarkan apa pun memecah belah kita, dan kita harus ingat bahwa sekolah dan transmisi pengetahuan adalah inti dari perjuangan melawan ketidaktahuan," tambahnya.
Sementara itu, kejadian serupa juga terjadi di AS. Pada Minggu, seorang anak laki-laki Muslim keturunan Palestina-AS yang berusia enam tahun ditikam sebanyak 26 kali oleh pemilik kontrakan keluarganya.
Pihak berwenang menyebut penyerang tersebut melakukan pembunuhan dan kejahatan karena kebencian atas serangan Israel dan Hamas. Meski telah dibawa ke rumah sakit, sang anak tak selamat.
"Anak tersebut ditikam sebanyak 26 kali ... kemudian meninggal di rumah sakit," muat AFP.
"sementara ibunya yang berusia 32 tahun juga terluka namun diperkirakan selamat," tambah media itu mengutip kantor Polisi Will County di Illinois.
"Detektif dapat menentukan bahwa kedua korban dalam serangan brutal ini menjadi sasaran tersangka karena mereka beragama Islam dan konflik Timur Tengah yang sedang berlangsung yang melibatkan Hamas dan Israel," jelasnya lagi.
Pembunuhan ini pun dikutuk keras oleh Presiden AS Joe Biden. Ia dalam sebuah pernyataan menegaskan bahwa keluarga korban datang ke Amerika untuk mencari perlindungan untuk hidup, belajar, dan berdoa dalam damai.
"Tindakan kebencian yang mengerikan ini tidak memiliki tempat di Amerika, dan bertentangan dengan nilai-nilai fundamental kita," tambah Biden.
"Warga Amerika harus bersatu dan menolak Islamafobia serta segala bentuk kefanatikan dan kebencian," tegasnya.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Imbas Aksi Boikot, Starbucks di Timur Tengah PHK 2.000 Pegawai
