Perang Israel-Hamas Bikin Sektor Otomotif Terpukul, Kok Bisa?

Damiana, CNBC Indonesia
Selasa, 17/10/2023 11:50 WIB
Foto: IIMS 2022 di JIExpo, Kemayoran (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Perang Israel-Hamas yang sudah berlangsung hampir 2 pekan menimbulkan kekhawatiran, termasuk ke pasar otomotif di Indonesia. Perang di wilayah yang telah berkonflik selama bertahun-tahun itu dikhawatirkan akan terus mendongkrak harga minyak dunia.

Secara umum, pasar otomotif di dalam negeri diprediksi masih memiliki peluang bertumbuh, meski ada faktor yang akan memicu kewaspadaan. Salah satunya perang Israel-Hamas.

"Tentu kita tidak boleh lupa dengan konflik baru Israel yang berpotensi menaikkan harga minyak dunia. Jika ini terjadi, bukan tidak mungkin menyebabkan biaya produksi meningkat. Hal ini berpotensi memicu tekanan pada perekonomian Indonesia," kata Pengamat Otomotif Yannes kepada CNBC Indonesia, dikutip Selasa (17/10/2023).


Dia menambahkan, konflik di Timur Tengah, terutama di wilayah Israel, selalu berpotensi memicu ketidakpastian dalam pasar dan ekonomi global. Dampaknya, imbuh dia, pada harga minyak dunia yang kemudian akan berpengaruh signifikan ke ekonomi Indonesia, termasuk industri otomotif.

"Kenaikan harga minyak dunia dapat menyebabkan berbagai konsekuensi ekonomi, termasuk peningkatan biaya produksi karena harga bahan bakar yang lebih tinggi," kata Yannes.

Yannes menjelaskan, prospek pasar otomotif nasional hingga akhir tahun 2023 akan terpengaruh kondisi keuangan dan perekonomian. Di mana, dia mengutip data OECD yang memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini bakal melambat menjadi 4,7%.

"Jika prediksi ini benar, bukan tidak mungkin membuat konsumen lebih konservatif dalam membeli barang-barang besar seperti kendaraan bermotor," katanya.

"Jadi, pertumbuhan mungkin lambat sampai akhir tahun," ujar Yannes.

Yannes juga mengingatkan efek buruk jika Indonesia tidak bisa menjaga kestabilan selama tahun politik. Sebab, kata dia, kekhawatiran akan tahun politik bisa menekan perekonomian.

"Jika hal itu dapat terjaga, bukan tidak mungkin penjualan produk otomotif dapat lebih cepat meningkat kembali, seiring terjaganya stabilitas pertumbuhan ekonomi," katanya.

Peluang Positif

Di sisi lain, dia melihat masih ada peluang, terutama di penjualan motor dan kendaraan niaga.

"Sepeda motor masih menjadi moda transportasi utama di Indonesia, terutama di daerah perkotaan. Sehingga, masih berpeluang tumbuh signifikan dibandingkan mobil," katanya.

"Selain itu, mobil segmen low end yang harganya terjangkau juga masih bisa tumbuh signifikan.

Yannes juga menekankan peluang di segmen kendaraan niaga. Menurutnya, segmen ini lebih resisten atau mampu bertahan menghadapi fluktuasi ekonomi dibandingkan konsumen individu.

"Kendaraan niaga yang efisien dalam konsumsi bahan bakar atau yang memiliki biaya operasional rendah mungkin lebih diminati. Mengingat perkembangan e-commerce, jasa pengiriman terutama untuk ukuran kecil dan menengah, mungkin akan ada kenaikan permintaan (kendaraan niaga)," katanya.

"Pertumbuhan bisnis logistik dan e-commerce yang tampaknya terus berkembang pesat di Indonesia akhir-akhir ini akan membuat permintaan kendaraan niaga bisa tetap kuat," tambah Yannes.

Yannes mengatakan, meski ada ketidakpastian, masih ada ruang optimistis untuk pasar otomotif Indonesia hingga akhir tahun nanti.

"Terutama dengan mempertimbangkan beberapa faktor positif seperti potensi pemulihan ekonomi dan berbagai insentif pemerintah untuk sektor otomotif," katanya.

"Namun, harus ada sinyal waspada mengingat beberapa faktor risiko dan ketidakpastian yang masih ada. Seperti prediksi akan adanya lagi varian baru COVID-19, perubahan kebijakan global, dan dinamika pasar komoditas dunia yang dapat memengaruhi stabilitas ekonomi nasional," pungkas Yannes.


(dce/dce)
Saksikan video di bawah ini:

Video: DJP Tegaskan Pemungutan PPH di E-Commerce Bukan Pajak Baru