Bank Asing di China Disebut Dalam 'Bahaya', Ada Apa?
Jakarta, CNBC Indonesia - Bank-bank asing di China disebut sedang dalam "bahaya". Bank-bank besar di Inggris salah satunya.
Ini terkait eskalasi sanksi Barat terhadap China di masa depan. Bank-bank itu kini mulai memperhitungkan apa yang harus disiapkan.
Mengutip CNBC International, Direktur Sanksi Klompok Lobi UK Finance, Neil Whiley, mengatakan bank-bank yang bergabung bersamanya telah menyiapkan rencana cadangan bila sanksi Barat akhirnya dijatuhkan juga ke China. Whiley menyebut mereka telah mempelajari banyak resiko dari sanksi ekonomi Barat terhadap Rusia.
"Proyek ini melibatkan berbagi pembelajaran dari kerangka sanksi lain, termasuk yang diterapkan pada Rusia, dan diskusi tentang dampak tindakan apa pun yang dikenakan terhadap China," paparnya dikutip Jumat (13/10/2023).
"Penelitian yang dilakukan oleh UK Finance, yang mewakili sekitar 300 perusahaan, termasuk HSBC, Barclays, dan JPMorgan, mengkaji transparansi kepemilikan dan pengendalian aset dan seberapa mudah produk China dapat dilacak," katanya.
Laporan ini juga berfokus pada sejauh mana hubungan komersial antara Barat dan China di berbagai industri, termasuk rantai pasokan di sektor berisiko tinggi seperti teknologi. Upaya untuk menyoroti langkah-langkah yang mungkin menjadi bumerang jika ditembakan Barat kepada Beijing.
Pekerjaan tersebut juga dilakukan dengan latar belakang ketegangan antara Barat dan China mengenai status Taiwan, meningkatnya kontrol ekspor, tuduhan mata-mata dari Negeri Tirai Bambu. Ini juga termasuk tindakan keras keamanan yang dilakukan Beijing terhadap perusahaan.
"UK Finance mengadakan pertemuan dua minggu sekali dengan bank-bank besar Inggris dan luar negeri selama beberapa bulan sebelum menyusun rancangan dokumen yang terdiri dari puluhan ribu kata," tambah laporan itu.
"Draf tersebut diselesaikan pada bulan Agustus dan dibagikan kepada kontak pemerintah Barat dalam beberapa minggu terakhir,"jelasnya.
Sementara itu, Departemen Keuangan Amerika Serikat (AS), yang menjalankan Kantor Penerapan Sanksi Keuangan, Kementerian Luar Negeri Inggris dan Barclays tidak menanggapi permintaan komentar. JPMorgan juga menolak berkomentar.
Sebelumnya, tiga bankir senior yang berbasis di London, mengatakan bahwa dewan direksi mereka telah membahas kemungkinan sanksi Barat yang lebih kuat terhadap China di masa depan. Sayangnya mereka menolak disebutkan namanya.
"Skenario mulai dari serangan siber besar-besaran hingga intervensi militer di Taiwan berpotensi memicu pelarangan lebih lanjut terhadap China," kata seorang pengacara yang menjadi penasihat bank.
"Lembaga-lembaga keuangan terbesar sedang menentukan apakah paparan yang mereka miliki (ke China) dapat ditoleransi mengingat arah perjalanan geopolitik yang pesimistis," ujar seorang pakar lainnya.
Ini sebagian didorong oleh sanksi yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Rusia menyusul serangan besar-besarannya ke Ukraina. Itu telah menyebabkan beberapa perusahaan kesulitan untuk mengeluarkan aset dari negara tersebut atau keluar dari posisi mereka.
Salah satu bankir mengatakan sanksi terhadap Rusia telah "menghilangkan kenaifan" di kalangan dunia usaha. Hal itu-pun mendorong industri untuk berpikir lebih dalam mengenal resiko yang mungkin dapat timbul.
(sef/sef)