
Gara-gara Amerika! Negara Bangkrut Bakal Berjamuran

Jakarta, CNBC Indonesia - Kepala Ekonom Bank Dunia atau World Bank, Indermit Gill, buka-bukaan dampak buruk dari tren suku bunga acuan tinggi bank sentral dunia yang akan berlangsung dalam jangka waktu panjang.
Ia mengatakan, setidaknya ada tiga dampak yang terjadi dari tren kebijakan suku bunga tinggi bank sentral di negara-negara maju, khususnya bank sentral Amerika Serikat, yakni The Federal Reserve atau The Fed. Ia berkaca pada saat tren suku bunga tinggi pada 1970.
"Untuk menjawab pertanyaan tentang apa dampak dari suku bunga tinggi ini, cara terbaik untuk menjawabnya adalah dengan melihat kembali kapan terakhir kali the Fed menaikkan suku bunga dan itu terjadi pada tahun 70-an," kata Gill dalam saat konferensi pers World Bank-IMF 2023 Annual Meetings, dikutip Kamis (12/10/2023).
Dampak pertama yang ia pelajari dari tren suku bunga tinggi pada tahun 70-an adalah siklus penurunan tingkat suku bunga akan berlangsung dalam jangka waktu yang teramat lama. Maka, ia memastikan, untuk kembali ke tingkat suku bunga rendah akan membutuhkan waktu sangat panjang.
"Jadi butuh waktu yang lama, tidak hanya satu atau dua tahun, jadi kita harus memperkirakan tipe siklus ini juga akan berlangsung lama," ucap Gill.
Kedua, ia melanjutkan, dampak berikutnya adalah akan ada negara-negara yang mengalami kebangkrutan. Sebab, ia menekankan, pada saat tren suku bunga tinggi terjadi pada tahun sekitar 1970, setidaknya ada 24 negara yang bangkrut.
"Saat itu sekitar 24 negara bangkrut, jadi kita bisa memperkirakan bahwa negara-negara yang tidak mengelola tingkat utangnya dengan baik dan seterusnya akan mengalami kesulitan dan kita perkirakan ada beberapa negara yang akan mengalami permasalahan itu," ucap Gill.
Ketiga, ia mengatakan, dampak buruk dari siklus suku bunga tinggi ini ialah menyusutnya tren investasi swasta. Selain karena beban utang yang tinggi, juga dipengaruhi oleh terjadinya kondisi crowding out effect akibat tingkat utang publik yang tinggi untuk membiayai belanja.
"Jadi sebetulnya ada negara yang tidak mengalami permasalahan utang, namun karena terjadi crowding out effect akibat tingginya utang publik ketimbang investasi swasta, pertumbuhan ekonomi negara-negara di dunia kini melambat secara berkelanjutan," tutur Gill.
Sebagai informasi, dalam hasil rapat dewan gubernur bank sentral AS terakhir, yakni dalam Federal Open Market Committee (FOMC), diputuskan bahwa suku bunga acuan bank sentral AS di level 5,25-5,50%. Namun, The Fed mengisyaratkan mereka akan tetap hawkish dan membuka kemungkinan kenaikan suku bunga ke depan.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Buru-buru Dilunasi, Ini Beda Utang IMF dan Bank Dunia Cs